Kisah Lockdwon di Oran 1945

“La Peste atau SAMPAR” adalah Novel Filsafat “berbau”  Eksistensialisme. Diterbitkan pada tahun 1947, dua tahun setelah kota Oran bebas dari epidemik.

Novel ini ditulis oleh Albert Camus berdasarkan kejadian nyata ketika pada tahun 1945 penduduk Oran (Aljazair) menjalani lockdown yang disebabkan oleh suatu epidemik.

Cerita dari kota Oran (Aljazair), diawali dengan suatu kejadian demikian ini: “Tikus yang jumlahnya ribuan ekor tiba-tiba mati!. Michel seorang karyawan di apartemen, yang ditempati oleh dokter Rieux, juga menemukan tikus-tikus mati. Namun, Michel dan dokter Bernard Rieux menganggap bahwa tikus mati tersebut, hanyalah lelucon pemuda pengangguran yang iseng. “Tapi! Jumlahnya kok! banyak, bahkan ribuan!!?”

Dan anehnya! tiba-tiba keadaan membaik. “TANDA” bahwa keadaan membaik yakni, tikus tidak ada lagi yang mati! “Merci!! Thanks you!”, demikian Penduduk Oran bersorak senang. Tetapi?!! ternyata TANDA tersebut yakni, secara mendadak tikus-tikus tidak ada lagi yang mati, ternyata, itulah! awal terjadinya epidemic di Oran. Pemerintah kota Oran memberlakukan lockdown.

1. Lockdown dan Solidaritas

Lockdown di kota Oran, dan keputusan untuk memilih tindakkan solidaritas oleh beberapa tokoh dalam Novel “La Peste atau SAMPAR”, digunakan Albert Camus untuk menjelaskan “apa artinya manusia?”.

Albert Camus menuliskan dalam Novel “La Peste” kalimat in: “MANUSIA BUKAN SEKEDAR IDE” (bdk. Pemahaman Aristoteles tentang manusia “Manusia=animale rationale”. Dan berkatalah Albert Camus: “seorang manusia, BARU bisa dikatakan manusia, ketika ia EKSIS/mengada atau KEKINIAN”.

Apa artinya eksis atau mengada atau KEKINIAN dalam konteks lockdown di Oran waktu itu?, yakni mencari jalan yang terbaik/ berusaha berjuang untuk berdamai dengan SAMPAR tetapi menolak menjadi korban. Eksis atau kekinian atau mengada, menurut Albert Camus: “semestinya dilandasi oleh kejujuran”.

Tindakkan kejujuran yang ditampilkan oleh tokoh dokter BERNARD RIEUX; JEAN TARROU; PANELOUX, SJ (Pastor dari serikat Yesus) menunjuk kepada tindakan perjuangan, yang disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki. Dan tindakan perjuangan tersebut disertai dengan passion!.

 Contoh KEKINIAN/eksis/meng-ADA yang dimiliki dokter Rieux yakni, merawat penduduk yang terkena sampar. Dan dokter Rieux bertindak sesuai dengan keahliaan yang ia miliki (JUJUR bahwa ia mampu dan kompoten di bidangnya).

2. Lockdwon dan Kematian

  • Mati adalah PERISTIWA biasa! Martin Haideger mengatakan bahwa “Manusia EKSIS/ mengada, dan akhirnya menuju kepada kematiaan”. Maka mati itu hal biasa! Semua pada akhirnya mati!
  • Lanjut Haideger: “Bekerja/ menyibukkan diri/ pergi keluar bersama kawan-kawan/ berkumpul bersama-sama, adalah CARA manusia untuk melupakan KEMATIAN. Dalam konteks Novel “La Peste” dikatakan demikian: “Tapi! Problemnya SEKARANG adalah LOCKDOWN, maka mekanisme Kamatian sulit dilupakan/ditolak. KEMATIAN ada di depan mata!”.
  • Mati adalah hal biasa! Tetapi! Yang mengerikan dalam konteks Novel “La Peste”, adalah CARA mati akibat SAMPAR itu!.
  • Konflik dan ketegangan

Berkatalah Albert Camus “biarkan dalam ketegangan, konflik tidak harus dicarikan jalan pemecahannya. Justru ketika konflik itu diterima, maka konflik itu akan memajukan kita. Dalam ketegangan, kita akan selalu terus mencari dan ingin terus berusaha berjuang untuk mengatasinya” (bdk. Prinsip Absurditas)

Albert Camus meyakini, adalah lebih berguna mencari dan melakukan HAL-HAL BAIK, daripada membuang waktu untuk memikirkan konflik dan ketegangan. Contoh konkrit hal baik dalam konteks Novel “La Peste” berjuangan untuk mengusahakan KUALITAS KEHIDUPAN.

Melakukan dan mencari hal-hal baik ketika lockdown di Oran, dikaitkan dengan syair Mikhail Lermontov (berkebangsaan Rusia), yang megatakan “a hero of everyday life” = para tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Maka siapa saja mempunyai peluang untuk Eksis/KEKINIAN ala Albert Camus.

Penulis

Sr. Elisabet Subiati, SdC

4 thoughts on “Kisah Lockdwon di Oran 1945”

  1. Terima kasih utk tulisan yg membantu berefleksi ini. Saya sangat suka dengan kalimat ini “… berjuang untuk berdamai dengan sampar tetapi menolak menjadi korban”.

  2. Wah, tulisan sangat bagus sekali
    Setiap manusia bertanggung jawab atas kehidupan nya sendiri… kita melihat dari kejadian pandemi ini bagaimana kita berjuang untuk meningkatkan kwalitas hidup diri kita.
    Terimaksih atas refleksi ini 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
    Jooooooosssss

  3. Fear zone, learning zone dan growth zone. Tiga situasi pilihan keberadaan manusia ketika menghadapi tantangan. Hidup dibangun atas dasar pilihan. “Kita tidak akan mati kalau melakukan kesalahan, justru kita mati kalau tidak berbuat apa-apa”. Dalam ketegangan lah kita bertumbuh. Sampar= bukankah Allah mengajar kita dewasa juga dengan kesulitan demi kesulitan. Sampar mengajak kita untuk beriman lebih rasional.

Tinggalkan Balasan ke Bhe Purwo Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *