Kerasulan

Berkanjang dalam Iman akan Kebangkitan

Blasius S. Yese, Pr

Suasana perayaan Paskah kita tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Gereja-gereja sepi. Sebagian terbesar umat hanya bisa menjalankan ritual keagamaan di rumah masing-masing. Bila dimungkinkan, bisa mengikuti perayaan ekaristi secara audio-visual.  Suasana terasa mencekam, karena berada di bawah ancaman virus corona. Manusia tidak hanya mengambil sikap waspada dan merasa was-was, tetapi bahkan merasa takut dan panik. Virus corona telah mengobrak-abrik dunia. Hubungan satu sama lain terganggu. Antara satu dengan yang lain harus menjaga jarak fisik. Hidup perekonomian pun memprihatinkan. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan sumber pendapatan. Sekolah dan perkuliahan dilakukan secara on-line. Pertemuan-pertemuan banyak dilakukan secara virtual melalui media sosial. Tanpa komando, warga dunia pun serentak bersatu dalam perang melawan virus yang telah memakan korban lebih dari setengah juta orang ini; dan puluhan ribu di antaranya telah meninggal dunia. 

Virus ini memang menjadi tantangan kemanusiaan dan iman. Di hadapan virus corona yang pandemik ini, manusia sungguh sadar akan kerentanan atau kerapuhannya. Dalam kesadaran itu, manusia amat membutuhkan keselamatan atas hidupnya. Keselamatan itu tak hanya diharapkan dari kemampuan dan upaya manusiawi, tetapi juga dari Allah. Social distancing dan physical distancing adalah bagian dari ungkapan kepedulian atas kehidupan. Ini menjadi salah satu cara memutus mata rantai penularan virus tersebut. Sebagai tantangan iman, kesadaran akan kerapuhan itu merupakan ruang bagi Allah untuk melakukan kehendak-Nya. Benar kata Sri Paus Fransiskus dalam homilinya pada kesempatan Adorasi Mahakudus, Jumat, 27 Maret 2020, bahwa โ€œIman dimulai ketika orang berada dalam kebutuhan akan keselamatanโ€. Oleh karena itu, kesadaran akan kerentanan mendorong kita makin tekun merawat harapan dan iman kita kepada Allah.  Dalam iman dan harapan itulah kita bertawakal di hadirat Allah.

Pada Jumat Agung, Yesus memperlihatkan kepada kita sisi kerapuhan-Nya sebagai manusia. Dia mengalami kesengsaraan atau penderitaan, yang berujung pada kematian-Nya di salib. Peristiwa itu amat mengguncangkan hidup para murid-Nya. Ada yang tak berani mengakui diri sebagai murid-Nya. Ada yang kecewa, lalu berusaha menghilangkan perasaan itu dengan kembali menekuni kesibukan mereka sehari-hari. Tetapi kemudian keadaan itu kembali berubah setelah peristiwa kebangkitan Tuhan pada Minggu Paskah. Kebangkitan menjadi titik balik yang baru untuk kembali kepada Yesus. Kebangkitan menjadi awal baru untuk mengatasi segala kecemasan, ketakutan dan kepanikan. Kebangkitan menjadi langkah baru untuk menata dan memulai kehidupan yang terbaharui. Kebangkitan Kristus menjadi jawaban yang jitu atas kerapuhan manusia. Kebangkitan Kristus menjadi alasan bagi kita untuk tetap memiliki harapan dalam situasi hidup yang bagaimanapun. Iman akan kebangkitan menjadi sumber kekuatan kita untuk memerangi perasaan panik dan pesimis. Yesus Kristus lebih dari sekadar seorang tabib yang menyembuhkan orang sakit. Dia adalah pokok keselamatan dan sumber kehidupan. Sebab Dia sendiri adalah kebangkitan dan kehidupan. Kunci untuk mendapatkan itu adalah iman (bdk. Yoh. 11: 25-26; 6:40).

Kadang-kadang muncul komentar naif yang menilai bahwa pembatasan menjalankan ritual keagamaan secara bersama di gereja menandakan kurang beriman. Cara demikian adalah jalan untuk menyelamatkan. Upaya-upaya manusiawi yang wajar adalah jalan-jalan iman. Keadaan luar biasa karena virus corona membuat kita memiki banyak waktu untuk hadir dalam keluarga. Keluarga sebagai ecclesia domestica harus menjadi ruang untuk bertumbuh dan berkembangnya iman akan kebangkitan. Keadaan kita sekarang ini seperti keadaan para murid Yesus dulu yang terkurung dalam rumah. Tuhan kemudian datang mengunjungi kita dan memberikan salam ยซDamai sejahtera bagi kamuยป (Yoh. 20:19; Mt. 28:9; Luk. 24:36). Kedatangan dan salam-Nya itu tidak hanya kian meyakinkan kita bahwa Dia sudah bangkit, namun serentak memberi kita kekuatan dan penghiburan. Oleh karena itu, entah bagaimanapun situasi hidup kita, semoga kita tetap berkanjang dalam iman dan harapan akan kebangkitan. Itulah pokok penghiburan kita.

—-&&&—-

Blasius S. Yese, pr

๐—ฆ๐—˜๐—ก๐—ฌ๐—จ๐— , ๐—ฆ๐—”๐—ฃ๐—” ๐——๐—”๐—ก ๐—ฆ๐—”๐—Ÿ๐—”๐—  (๐Ÿฏ๐—ฆ): ๐—›๐—œ๐—Ÿ๐—”๐—ก๐—š ๐—ž๐—”๐—ฅ๐—˜๐—ก๐—” ๐—ฃ๐—˜๐—ฅ๐—ž๐—˜๐— ๐—•๐—”๐—ก๐—š๐—”๐—ก ๐—ฉ๐—œ๐—ฅ๐—จ๐—ฆ ๐—ž๐—ข๐—ฅ๐—ข๐—ก๐—”

Kat. Ingatan Sihura, S.Ag.

Sebut saja virus korona adalah virus yang mematikan. Memang sebutan tersebut benar adanya. Orang yang terjangkit virus korona, dapat meninggal dalam kurun waktu yang sangat singkat. Dengan keadaan seperti itu, semua orang menjadi was-was akan penularan penyakit tersebut kepadanya.

Untuk memutus penyebarannya, pemerintah baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah menganjurkan masyarakat untuk selalu waspada akan penyebaran virus korona ini. Salah satu himbauan pemerintah untuk memutus penyebaran virus korona adalah dengan selalu mengenakan masker penutup mulut dan menghindari kontak fisik kepada orang lain terlebih yang baru datang dari luar kota.

Himbauan dari pemerintah pada akhirnya menjadi tren yang dengan cepat berkembang di tengah masyarakat. Tren ini pun dapat bermakna baik juga sekaligus kurang baik. Menjadi tren yang baik adalah untuk memutus perkembangan virus korona. Akan tetapi, menjadi tren yang kurang baik ketika senyum, sapa dan salam yang selama ini menjadi budaya bersama menjadi hilang! Orang-orang mulai saling antisipasi satu sama lain.

Menggunakan Masker menghilangkan Budaya Senyum dan Sapa

Menggunakan masker dalam perjalanan sangatlah membantu untuk menghindari debu yang beterbangan. Namun, menggunakan masker ketika berjumpa dengan orang lain apalagi dengan berkata-kata, serasa hal ini kurang etis. Orang yang jika bertemu saling melempar senyum kini sudah tidak bisa karena terhalang masker. Dengan situasi seperti ini, orang tidak saling merasa senang untuk bertemu. Selanjutnya dengan menggunakan masker, pembicaraan menjadi sangatlah terganggu. Sapaan kata-kata yang dibarengi dengan sikap wajah menjadi tidak bisa dirasakan lagi. Sapaan akan pembicaraan hangat pun menjadi tidak harmonis lagi.

Tidak Kontak Fisik (Tidak Berjabat Tangan) menghilangkan Budaya Salam

Sebagai orang yang berbudaya, salaman menjadi suatu sarana kedekatan satu sama lain. Hampir separuh manusia di dunia jika bertemu akan bersalaman, hal ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam tatanan sosial dan budaya. Biasanya, orang yang bertemu dengan cepat dan spontan saling menyodorkan tangan untuk bersalaman. Namun dalam perkembangan virus korona, hal ini tidak lagi bisa dilakukan. Jangankan untuk berjabat tangan, bertemu saja harus menjaga jarak minimal satu meter.

Apakah dengan Menggunakan Masker dan Tidak Kontak Fisik (Tidak Berjabat Tangan) Dimaksudkan untuk Menghilangkan Budaya Senyum, Sapa dan Salam?

Pertanyaan semacam ini mengajak kita sejenak untuk melihat apakah himbauan pemerintah dimaksudkan untuk menghilangkan budaya? Tentu ini sangat tidaklah masuk akal. Pemerintah dalam mengeluarkan keputusan pastilah mempertimbangkan banyak hal. Menggunakan masker dan tidak kontak fisik (tidak berjabat tangan) dimaksudkan untuk menghindari penyebaran virus korona yang bisa menular dengan percikan air liur dan kontak fisik. Selanjutnya, pemerintah juga menawarkan pengganti salam yang selama ini dilakukan seperti membungkukan badan dan kepala atau dengan mengatupkan tangan di dada.

Pada akhirnya, himbauan pemerintah dimaksudkan bukan untuk menghilangkan budaya senyum, sapa dan salam! Pemerintah memberi himbauan ini dalam kurun waktu tertentu dan untuk memutus rantai penyebaran virus korona. Walaupun demikian, diharapkan juga untuk tidak terlena dengan situasi yang membuat lupa dengan budaya yang satu ini. Jika terlena, maka sangat dipastikan bahwa keraguan akan kebudaan senyum, sapa dan salam dapat hilang seiring dengan perkembangan virus korona ini.

Penulis,

Katekis Ingatan Sihura, S.Ag.

(Alumnus STP Dian Mandala)

STP DIAN MANDALA BERBAGI KASIH DI TENGAH COVID-19

Pandemi virus corona (Covid-19) yang melanda dunia saat ini, tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat saja melainkan pada kesejahteraan banyak orang. Selain masyarakat mengalami kekhawatiran dari penularan Covid-19 yang begitu cepat juga sangat mengeluhkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok keluarga.

Sebagai upaya membantu perekonomian masyarakat yang sedang sulit, lembaga STP Dian Mandala berbagi kasih untuk memberikan makanan siang siap saji para tukang becak, tukang parkir, orang berkebutuhan khusus, gelandangan/pengemis dan bantuan kebutuhan pokok kepada beberapa keluarga kurang mampu, Sabtu (25/04/2020).

Kegiatan berbagi kasih ini dilaksanakan oleh dosen, pegawai dan beberapa mahasiswa STP Dian Mandala. Pertama, pos pelayanan untuk memberikan makanan siang siap saji para tukang becak diadakan di halaman kampus STP Dian Mandala yang dimulai dari pukul 11.00 – 13.00 WIB, sebanyak 75 nasi kotak. Kedua, pada waktu yang bersamaan tim turun ke lapangan untuk membagikan 30 nasi kotak kepada tukang parkir, orang berkebutuhan khusus dan pemulung di jalanan serta gelandangan/pengemis di kaki lima pertokoan. Ketiga, pada sore harinya dilanjutkan membagikan kebutuhan pokok rumah tangga kepada 20 kepala keluarga berupa beras 10 kg, telur 1 papan, bihun putih dan kopi instan.

Fransiskus T. S. Sinaga, S.Ag., M.Th., selaku Ketua STP Dian Mandala Gunungsitoli mengatakan bahwa sebagai lembaga sivitas akademika atau akademisi terpanggil untuk membantu masyarakat pada situasi yang sulit saat ini karena akibat dari pandemi Covid-19. Memang, masyarakat di Kepulauan Nias khususnya di Kota Gunungsitoli belum kedengaran ada yang positif Covid-19 sampai hari ini, tetapi masyarakat seperti tukang becak mengalami dampaknya karena tidak memperoleh penghasilan sebagaimana mestinya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, meskipun bantuan ini begitu sederhana atau tidak berskala besar, tetapi sangat berguna bagi mereka yang membutuhkan. Selain itu, kegiatan yang dilakukan merupakan pengabdian kepada masyarakat dan sekaligus sebagai bentuk solidaritas terhadap sesama yang beragama Kristen Protestan, Islam dan Katolik yang ada di sekitar Kota Gunungsitoli. Tentu, lembaga STP Dian Mandala tidak hanya berhenti sampai hari ini, namun kita memprogramkan kegiatan berikut pada minggu kedua bulan Mei mendatang untuk berbagi kasih kepada sahabat-sahabat kita muslim yang sedang berpuasa dan akan kita disiapkan kepada 70 kepala keluarga berupa beras 5 kg, telur 10 butir dan minyak goreng 1 kg, ujarnya.

Sementara itu, salah seorang yang tidak mau disebutkan namanya ketika menerima bantuan kasih dari STP Dian Mandala, ia menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi kegiatan yang dimaksud karena telah meringankan beban masyarakat kecil serta membantu pemerintah daerah di tengah penyebaran Covid-19, pungkasnya.

Penulis,

Gizakiama Hulu, M.Ag.

GEแ–‡Eแ’แ—ฉKแ‘Œ Yแ—ฉแ‘ŽG แ•ผแ—ฉแ—ฐแ‘ญแ—ฉ

Antonius S. Gea

Tiupan angin yang kian kemari

Membawa berita tentang dunia

Melihat gedung suci yang dulu terbuka lebar

Kini menjadi tertutup rapat

Sungguh canggih yang melanda dunia ini

Menghambat semua aktivitas manusia

Kehidupan sosial semakin sunyi senyap

Termasuk gereja yang ditutup tanpa penghuni

Ooooh… gedungku yang suci

Bersabarlah dahulu menanti kami, untuk datang mengunjungimu

Kami tak ada niat meninggalkan rahimmu

Tetapi, saat ini hidup kami sedang dalam pencobaan

Melihat rahimmu yang kini kosong

Kami ingin kembali untuk menghiburnya

Dengan duduk, berdiri, berlutut, bernyanyi dan berdoa

Kami mengurung diri sementara waktu saja

Menunggu api wabah ini meninggalkan kami

Kami menghindar bukan karena takut

Tetapi, agar penghunimu tidak ada yang sakit

Tuhan penolong kami

Pulihkan kembali situasi kami

Kami ingin bertemu satu dengan yang lain

Untuk memasyhurkan nama-Mu Yang Kudus

Kami ingin gedung gereja terbuka kembali

Dan menikmati kedamaian hidup di dalam rahimnya

Penulis,

Antonius Sadarman Gea

(Mahasiswa STP Dian Mandala)

๐ƒ๐€๐‘๐ˆ ๐Š๐„๐†๐„๐‹๐€๐๐€๐ ๐Œ๐„๐๐”๐‰๐” ๐‚๐€๐‡๐€๐˜๐€

Ibu Kartini adalah sosok tokoh yang sangat inspiratif bagi kaum perempuan Indonesia. Beliau adalah pahlawan bangsa.

Ia telah mengubah penderitaan โ€œsituasi kegelapan” perempuan dari kungkungan adat pada zaman itu seperti tidak diperkenankan dengan bebas mengenyam pendidikan di bangku sekolah/kuliah, hidupnya dipingit atau diatur dengan sangat ketat dan dijodohkan dengan orang-orang yang tidak dikenal. Singkatnya, hidup seakan dikendalikan oleh “orang lain”.

Suasana kegelapan ini berubah karena Ibu Kartini berusaha melawan kungkungan dan tekanan itu. Ia berusaha membawa kaumnya untuk bisa mengecap pendidikan setinggi-tingginya dan kaum perempuan bisa menentukan arah hidupnya menjadi lebih baik. Inilah yang dimaksud dari kegelapan menuju cahaya.

Hari ini, lagu Nasional dengan judul “IBU KITA KARTINI” tidak berkumandang lantang dan nyaring di sekolah-sekolah karena semua murid, mahasiswa, guru, dosen, simpatisan dan tokoh-tokoh pendidikan semuanya belajar mandiri dan mengajar dari rumah masing-masing oleh pandemi virus corona (Covid – 19).

Virus corona bisa membuat mulut kita tidak menyanyikan lagu “IBU KITA KARTINI ” karena “masker” yang menutupi mulut kita. Akan tetapi, semangat juang, gelora spirit, roh dan jiwa Kartini tetap merasuk, mengkristal dan menggeliat dalam sanubari kaum perempuan Indonesia.

Di STP Dian Mandala, mahasiswanya adalah kaum perempuan yang paling banyak dan dosen serta pegawai-stafnya pun ada dari kalangan kaum perempuan. Kaum perempuan di STP Dian Mandala memberi warna prestasi belajar dan kualitas kerja yang membanggakan. Kreasi dan inovasi serta inisiatif selalu mendandani hidup mereka. Mereka sungguh bercahaya seperti moto STP Dian Mandala: “BERCAHAYALAH”.

Terima kasih Ibu Kartini atas jasa dan spiritmu, sehingga kaum perempuan Indonesia dan di kampus kami, mereka masih BERCAHAYA sampai saat ini.

Penulis,
Fransiskus T. S. Sinaga, S.Ag., M.Th.

Editor,
Gizakiama Hulu, M.Ag.

๐‚๐Ž๐•๐ˆ๐ƒ-๐Ÿ๐Ÿ— “๐Œ๐„๐๐†๐”๐‰๐ˆ ๐Š๐„๐“๐€๐€๐“๐€๐ ๐”๐Œ๐€๐“ ๐Š๐€๐“๐Ž๐‹๐ˆ๐Š”

Siapa yang menyangka bahwa Corona Virus Disease (Covid – 19) atau lebih dikenal dengan sebutan Virus Corona yang berasal dari Wuhan โ€“ Cina, dapat menggelisahkan hingga separuh dunia. Virus yang berkembang dengan cepat ini, telah menelan korban hingga ribuan orang. Di Indonesia sendiri telah ratusan orang meninggal dunia akibat dari terinveksi, ratusan orang juga berstatus โ€œOrang Dalam Pantauanโ€ (ODP) dan โ€œPasien Dalam Pengawasanโ€ (PDP).

Novel corona virus (Covid โ€“ 19) adalah virus baru yang menyebabkan penyakit dalam saluran pernapasan. Virus yang masih satu kelompok dengan virus MERS dan SARS ini, membuat orang yang dihinggapinya dapat mengalami demam tinggi, batuk, pilek, gangguan pernapasan, sakit tenggorokan, letih, lesu dan pada akhirnya meningal dunia. Virus ini berkembang denan cepat lewat tetesan pernapasan dari batuk dan bersin orang.

Melihat perkembangan virus ini yang begitu cepat, pemerintah mengambil langkah penanganan lewat kebijakan penanganan bagi yang terinveksi dan himbauan kepada yang masih sehat. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan adalah himbauan untuk menghindari kerumunan massa atau lebih tepatnya tetap berada di rumah masing-masing. Keputusan sekaligus himbauan ini berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Gereja yang juga bagian dari Masyarakat ikut mematuhi keputusan dan himbauan ini.

Akibat dari keputusan dan himbauan ini, pihak Gereja juga turut diajak untuk memberi himbauan kepada Umat untuk tetap waspada akan perkembangan virus ini. Sebagai langkah bersama yang mendukung pemerintah dalam memutus rantai perkembangan virus ini, Gereja mengambil keputusan untuk sementara tidak melaksanakan ibadat bersama di gereja melainkan Umat dihimbau untuk melaksanakan ibadat di rumah masing-masing.

Keputusan yang dikeluarkan oleh pihak Gereja, merupakan salah satu keputusan yang sangat sulit untuk diterima oleh Umat Katolik. Menjadi sulit diterima oleh umat karena saat dimana keputusan ini dikeluarkan sangat mengganggu iman; terlebih dalam merayakan Oktaf Paskah yang merupakan puncak iman ke-Katolik-an. Walaupun demikian, demi gerakan bersama untuk memutus rantai perkembangan virus ini, keputusan tetap dijalankan.

Sebagai Umat Katolik, keputusan dari pihak Gereja ini sekaligus menjadi ujian iman. Ujian iman yang dimaksudkan dapat dijelaskan dalam 2 hal. Pertama: Umat Katolik diuji keimanannya dalam merayakan Paskah besama keluarga di rumah masing-masing. Paskah yang adalah saat di mana Tuhan lewat, merupakan saat di mana kesiapan keluarga menyambut Tuhan yang lewat itu (bdk. Keluaran 12:1-28). Dalam tradisi Kitab Suci Perjanjian Lama, kata paskah bermakna: melindungi, membebaskan, lewat dan menyelamatkan (bdk. Yesaya 31:5). Ujian pertama ini mengajak umat beriman untuk mencoba melihat keluarganya masing-masing, apakah masih bisa berkumpul, berdoa dan makan bersama. Di sini bisa juga bisa diketahui bahwa iman sejati mulanya berkembang dari dan dalam keluarga. Kedua; Umat Katolik diuji ketaatannya kepada Gereja dan Negara. Mgr. Albertus Soegijapranata terkenal sebagai tokoh nasional dengan semboyannya: 100% Katolik dan 100% Indonesia. Semboyan ini merupakan semboyan yang tetap digaungkan hingga saat ini oleh semua Umat Katolik di seantero nusantara. Di sini Umat Katolik juga diuji ketaatannya terhadap himbauan pemerintah yang kemudian dilanjutkan oleh pihak Gereja. Yesus sendiri pernah mempertegas kepada semua orang bahwa; berilah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah (Markus 12:17). Sebagai pengikut Kristus, kita juga diuji apakah melalui iman yang kita miliki dapat taat kepada pemerintah? Sebagai Umat Katolik yang baik, kita dipanggil untuk beriman kepada Kristus yang adalah dasar Gereja dan kepada Negara yang adalah tempat kita berpijak. Sebagai Umat beriman Katolik, kita dipanggil untuk menjadi warga negara yang membantu pemerintah untuk memutus rantai perkembangan Covid โ€“ 19.

Kehadiran Corona Virus Disease (Covid – 19) atau lebih dikenal dengan sebutan Virus Corona tentu merupakan salah satu ujian iman bagi Umat Katolik. Namun memutus rantai perkembangan virus ini merupakan tugas bersama. Mesti diingat bahwa keprihatinan ini bukan hanya keprihatinan pemerintah melainkan keprihatinan Gereja juga (bdk. Gaudium et Spes, no. 1). Seluruh keprihatinan ini semuanya tertuju kepada perkembangan sejati manusia dan masyarakat (bdk. Sollicitudo Rei Socialis, no. 1). Maka, Pemerintah dan Gereja tentunya memberikan keputusan bukan untuk memperkeruh suasana melainkan untuk keselamatan kita bersama sebagai warga negara dan warga Gereja yang baik.

Gunungsitoli, 09 April 2020.

Penulis: Katekis Ingatan Sihura, S.Ag. (Alumnus STP Dian Mandala)

๐ƒ๐Ž๐Œ๐„๐’๐“๐ˆ๐‚๐€ ๐„๐‚๐‚๐‹๐„๐’๐ˆ๐€ โ€“ ๐๐€๐’๐Š๐€๐‡ โ€“ ๐‚๐Ž๐•๐ˆ๐ƒ-๐Ÿ๐Ÿ—

Sergius Lay, S.Ag., M.Ed.

1. Awal Mula Covid-19 dan Pengaruhnya

Sejak pertengahan bulan Desember 2019 lalu, dunia digemparkan oleh munculnya satu virus baru yang menghebohkan dunia, karena proses penyebarannya yang cepat dan meluas ke seluruh dunia, sehingga disebut dengan pandemic covid-19 (Coronavirus Disease 2019).

Menurut informasi, virus baru ini muncul di kota Wuhan, tetapi banyak orang yang belum tahu dari mana asal virus korona baru yang mulai merebak di Wuhan, China, Desember 2019, apakah dari hewan, yaitu kelelawar atau belakang dikatakan berasal dari tenggiling atau hasil kreasi genetik dari laboratorium tertentu. Namun dalam berita Liputan6.com tanggal 7 April 2020, sejumlah peneliti dari di bawah pimpinan Shan-Lu Liu dari Ohio State University, mengatakan bahwa covid-19, termasuk SARS dan MERS,adalah bagian dari keluarga besar (famili) virus korona, yang dapat menyebabkan penyakit dengan tingkat keparahan yang luas. Mereka juga mengatakan bahwa SARS dan MERS berasal dari kelelawar, dan karena itu covid-19 pasti juga berasal dari alam dan bukan hasil rekayasa / kreasi manusia di laboratorium.

Lepas dari asal-usul covid-19, apakah disebabkan oleh alam atau kreasi genetik laboratorium, telah nyata bahwa covid-19 ini telah mempengaruhi pola hidup dan berpikir kita di bulan-bulan terakhir ini. Banyak orang mulai melihat wabah ini dari sudah pandang negatif, tetapi banyak orang juga yang melihat ini secara positif. Ulasan-ulasan teologis spiritual, psiko-sosial, social โ€“ politik – ekonomi, bermunculan di media-media cetak dan Online dengan jumlah yang tidak terkira. Di sini kita tidak hendak membahas semuanya secara detail, tetapi hanya melihatnya dalam konteks keberadaan kita yang sedang merayakan Paskah Tuhan di antara minggu pertama dan kedua di bulan April 2020.

2. Covid-19 dan Perayaan Paskah 2020

Mungkin kita dapat mengatakan bahwa wabah covid-19 muncul dan merebak manakala Umat Katolik (dan Kristen secara umum) sedang mempersiapkan (masa pra-paskah) Paska Kebangkitan Tuhan, yang puncaknya dirayakan pada Vigilia Paskah tanggal 11 April 2020 dan Perayaan Minggu Paskah tanggal 12 April 2020.

Memasuki Minggu Sengsara, yang dibuka dengan Perayaan Minggu Palma pada tanggal 5 April 2020, seraya mematuhi himbauan pemerintah untuk stay at home, hindari kerumunan, hindari pertemuan-pertemuan jaga jarak baik social maupun fisik, serta dikuatkan oleh surat-surat pastoral dari pimpinan gereja Keuskupan dan diteruskan ajakan para pimpinan Gereja Paroki, banyak umat Katolik yang merasa kehilangan โ€œsense of communityโ€ dan โ€œsense of fraternityโ€  bersama dengan semua saudara seiman dalam perayaan ini.

Dengan demikian Puncak Perayaan Paskah dan perayaan lain sebelum dan setelah Perayaan Paskah, dirayakan secara live streaming, baik yang siarkan dari Gereja-Gereja Katedral, Gereja-Gereja Paroki dan juga dari pelbagai komunitas-komunitas religius dan pastoran dengan waktu yang berbeda-beda. Seluruh umat Katolik pun diminta dan diharapkan untuk tidak menghadiri secara fisik secara Bersama dengan seluruh umat separoki atau juga sestasi atau sekomunitas tertentu, tetapi mengikutinya dari rumah masing-masing.

Sebuah fenomena baru muncul di saat-saat kerinduan untuk berpartisipasi secara aktif dengan seluruh umat separoki, sestasi dan sekomunitas umat beriman semakin tidak tertahankan. Mengikuti perayaan ekaristi dan ibadat harian pada hari-hari Minggu dan hari-hari biasa sebelum Perayaan Paska dirasa tidak memuaskan secara rohani, psikologis dan fisik. Kecanggihan alat-alat teknologi secara komputer, laptop, notebook, smartphone dan lain sebagainya, sepertinya tidak mampu memberikan kepuasan lahir dan batin / jasmani dan rohani jika dibandingkan dengan mengikuti secara fisik dengan seluruh umat beriman di gereja stasi atau gereja paroki di komunitas umat beriman.

Sebagai ungkapan kerinduan itu, muncullah pelbagai inisiatif dari banyak keluarga Katolik yang ingin merayakan Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Malam Paskah dan Minggu Paskah, tidak hanya secara live streaming melainkan langsung merayakannya di rumah sendiri dan Bersama dengan anggota keluarga ataupun Bersama dengan tetangga.

3. Domus Ecclesia, Paskah dan Covid-19

Pemikiran di paragraf terakhir di antar memberikan suatu pemahaman baru tentang Ecclesia Domestica, yang secara sederhana diartikan sebagai โ€œGereja Rumah Tanggaโ€. Domus Ecclesia dapat diartikan sebagai suatu tempat pertama untuk tumbuh dan berkembangnya iman akan Kristus, tempat di mana terjadi kegiatan pengajaran dan praktek doa, kebajikan-kebajikan dan cinta kasih Kristus kepada kita (LG 11, FC 21).

Melihat di media-media social seperti facebook, tweeter, Instragram, Whatsapp dan medsos lainnya, tidak sedikit dari keluarga-keluarga Katolik yang โ€œmemamerkanโ€ kegiatan-kegiatan doa di dalam keluarga. Doa yang dimaksud, tidak lagi sebatas pada kegiatan doa biasa seperti doa harian, atau doa waktu makan, atau doa rosario, atau doa syukuran tertentu, melainkan doa yang dipadukan dengan ibadat Gereja semesta, seperti Ibadat Minggu Palma, Ibadat Kamis Putih, Ibadat Jumat Agung, Ibadat Sabtu Suci dan Ibadat Minggu Paska.

Dengan demikian, doa yang dilakukan oleh Domus Ecclesia, tidak hanya sebatas pada doa biasa sebagai praktek keutamaan rohani โ€“ spiritual, tetapi doa yang disatukan dengan doa Gereja semesta, doa yang dipadukan dengan doa seluruh umat katolik, yang didasari pada intensi yang sama dan bersumber dari bacaan-bacaan Kitab Suci yang sama pula, dan mungkin saja memiliki struktur doa yang sama (karena memperoleh sumber bahan dari paroki atau dari sumber lain yang dipercaya sebagai Liturgi Katolik).

Atas dasar praktek-praktek yang terjadi seperti diuraikan di atas, kita dapat mengatakan bahwa selama masa covid-19 ini, Domus Ecclesia telah menjadi tempat di mana anak-anak dan seluruh anggota keluarga menerima pewartaan pertama mengenai iman dan praktek-praktek keutamaan spritual – rohani. Praktek-praktek ibadat resmi Gereja yang dilaksanakan dalam Tata Peribadatan di Gereja, โ€œdigeserโ€ dan dipraktekkan di dalam keluarga. Maka tidak heran jika dalam Perayaan Minggu Palma (dan perayaan-perayaan trihari Paska), terjadi Ibadat Minggu Palma di dalam keluarga yang beranggotakan 4 (empat) atau 5 (lima) atau sekian orang, yang semua orang yang berpartisipasi mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing, seperti Ayah memimpin ibadat, ibu memimpin lagu, anak-anak membaca bacaan dan membawakan doa umat. Tidak hanya itu, bahwa ruangan ditata sedemikian menjadi โ€œkapel kecilโ€ yang memiliki altar yang ditutupi dengan kain altar dan juga lilin di atasnya.

Mengamati fenomena-fenomena ini, covid-19 yang mewabah di masa Minggu Suci tahun 2020 ini, mengajari kita tentang bagaimana kehidupan rohani dalam rumah tangga kecil, harus sungguh-sungguh menjadi Ecclesia Domestica. Itu mengandaikan suatu keinginan yang sungguh dalam menciptakan kondisi-kondisi yang mungkin agar karakteristik dari sebuah Ecclesia Domestica tersebut dapat menyata dan dialami oleh seluruh anggota keluarga tersebut.

Bagaimana karakteristik tersebut dapat menyata dalam Ecclesia Domestica? Beberapa aspek mungkin dapat diuraikan di sini:

  • Komitmen bersama menciptakan Ecclesia Domestica. Tanpa didorong oleh komitmen bersama yang kuat, dan motivasi dari kepala rumah tangga, sangat sulit terwujudnya suatu kehidupan rumah tangga yang bercirikan Ecclesia Domestica.

Sangat terasa bahwa kegiatan โ€œdoa dan ibadat Bersama dalam rumah tangga selama Pekan Suci, terutama pada Trihari Suci Paskah, merupakan wujud dari komitmen seluruh anggota kerluarga dalam upaya menghadirkan pelbagai ritual keagamaan selama hari-hari suci tersebut. Ritual keagamaan selama Pekan Suci tidak hanya lagi dilaksanakan di Gereja / Kapel, tetapi berpindah tempat ke dalam atau di tengah-tengah keluarga kristiani atau keluarga katolik. Dengan demikian, wabah covid-19 yang sedang dialami oleh seluruh masyarakat dan terutama umat katolik, telah berhasil โ€œmembumikanโ€ pelbagai ritual keagamaan dari Gereja / Kapel ke tengah-tengah hidup keluarga, di dalam rumah serta dirayakan secara lebih intens.

  • Peran Bapa adalah imam dalam Ecclesia Domestica.

Dalam tradisi Yahudiah, seorang bapa dalam keluarga, juga menghayati statusnya sebagai seorang imam. Namun, Kitab Suci memisahkan 2 (dua) peran berbeda: pertama ialah peran bapa dan imam dalam keluarga (bagi semua bapa sebagai kepala rumah tangga) dan kedua adalah peran bapa dan imam dalam lingkungan bangsa Israel yang dikhususkan untuk keturunan Harun dan Lewi (Kel 19,22; 29,1-37; 40,12; Im 8,1-36).

Sebagai seorang bapa dan imam dalam rumah tangga, tugas mereka adalah mempersembahkan korban (Kej 8,20; 12,7). Di sini kita dapat melihat bahwa peranan bapa dan imam merupakan dua peranan yang berhubungan satu sama lain (Hak 17,10; 18,19). Karena itu dalam konteks situasi kita, peran bapa keluarga dalam mengaktifkan keluarga yang mau berdoa dan โ€œmemindahkanโ€ kegiatan ritual di Gereja ke rumah tangga adalah sangat penting dan menentukan dalam menciptakan Ecclesia Domestica.

  • Penghayatan Liturgi Gereja berpindah ke Rumah Keluarga

Dalam kaitan dengan covid-19, peran imam (baca: pastor) dan fungsi Gereja berpindah ke bapa keluarga dan rumah tempat tinggal keluarga. Mengamati dan melihat di media-media social di mana seorang bapa rumah tangga memimpin ibadat di tengah anggota keluarga, seorang ibu rumah tangga membaca bacaan kitab suci dan beberapa anak bergantian memerankan tugas liturgi yang lain menunjukkan suatu kesaksian bahwa rumah tangga keluarga selama masa covid-19, telah menjadi Ecclesia Domestica yang sudah harus terus mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dihayati dalam keseharian, walaupun suatu ketika tidak lagi berkaitan dengan perayaan liturgi resmi gereja, tetapi dalam bentuk doa devosi dan bentuk-bentuk doa lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup beriman katolik.

Dalam kegiatan doa liturgi dan doa-doa devosi lainnya terbentuk satu persekutuan rahmat dan doa, satu sekolah untuk membina kebajikan-kebajikan manusia dan cinta kasih Kristen. Ecclesia Domestica juga menjadi tempat pendidikan doa bagi seluruh anggota keluarga. Atas dasar Sakramen Perkawinan, keluarga adalah “Gereja rumah tangga”, di mana anak-anak Allah berdoa “sebagai Gereja” dan belajar bertekun dalam doa. Teristimewa untuk anak-anak kecil, doa sehari-hari dalam keluarga adalah kesaksian pertama untuk ingatan Gereja yang hidup, yang dibangkitkan dengan penuh kesabaran oleh Roh Kudus” (KGK 1656, 1666. 2685).

  • Panggilan Ketekis dan Guru Agama Post-Wabah Covid-19

Selain bapak keluarga atau seorang awam lain yang telah โ€œmengambil alihโ€ tugas imam di Gereja-Altar serta fungsi rumah keluarga yang telah menjadi โ€œgereja baruโ€ di masa covid-19, maka muncul juga arah baru dari pelayanan dan panggilan seorang Katekis dan Guru Agama Katolik (tenaga pastoral) setelah wabah covid-19 ini. Ada beberapa catatan yang dapat dikemukakan berdasarkan pengalaman ini. Pertama, hendaklah berusaha untuk memahami dengan lebih baik fenomena ini sebagai kesempatan mencari arah baru dalam kegiatan berkatekese. Melihat fungsi Rumah Keluarga dan peran bapa dalam keluarga yang ditampakkan selama wabah covid-19, harus menjadi kesempatan bagi para tenaga pastoral untuk mengisi pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang tata cara ibadat yang benar menurut liturgi Gereja Katolik. Kedua, setelah memahami dengan baik tentang tata ibadat gerejawi, maka seorang tenaga pastoral hendaknya belajar untuk menemukan metode, strategi, Teknik atau cara dalam mengedukasi umat agar umat semakin memahami dan mengetahui serta terampil membawakan tata ibadat di dalam keluarga manakala wabah yang hampir sama menimpa lagi kehidupan masyarakat di masa-masa yang akan datang. Namun, untuk jangka panjang, bukan lagi berkaitan dengan tata ibadat resmi gereja tetapi ibadat-ibadat devosional lainnya yang merupakan perayaan sakramentalia yang dirayakan di tengah keluarga.

4. Catatan Penutup

Kita tidak mengetahui secara pasti sampai kapanlah wabah ini akan berakhir, dan kapan wabah yang sama atau dalam bentuk yang lain dengan tingkat bahaya yang sama atau lebih akan muncul lagi. Namun, dari pengalaman wabah covid-19, telah mengajari kita banyak hal mulai dari ritme hidup, menjaga kesehatan, cara berelasi dengan sesama sampai kepada praktik-praktik ritual keagamaan.

Semoga pengalaman wabah covid-19 di masa Pra-Paksa dan Paska ini bisa membuat kita memahami bahwa hidup harus dimaknai secara lebih baik dan berarti dalam relasinya dengan sesama, lingkungan dan Tuhan serta bagaimana meningkatkan kualitas-kualitas hidup sebagai seorang Katolik yang lebih baik.

Selamat Paska dan salam sehat untuk semuanya

Paskah Kedua, 13 April 2020

Sdr. Sergius Lay, OFMCap

๐‹๐€๐†๐” ๐‚๐Ž๐‘๐Ž๐๐€ ๐•๐„๐‘๐’๐ˆ ๐Ž๐๐Ž ๐†๐€๐”๐Š๐Ž

Lagu ๐‘ฐ๐‘น๐‘จ๐‘ถ๐‘ต๐‘ถ ๐‘บ๐‘ฐ๐‘ฏ๐‘ฐ๐‘ต๐‘ถ ๐‘ซร•๐‘ณ๐‘จ (๐‘ถ๐‘ต๐‘ถ ๐‘ฎ๐‘จ๐‘ผ๐‘ฒ๐‘ถ) dipopulerkan oleh bapak ๐—™๐—”๐—ข๐——ร•๐——ร•๐—šร• ๐—ญ๐—˜๐—š๐—”. Dia menciptakan lagu itu pada masa-masa mendekati hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hidup pada dua era penjajahan di Indonesia, yakni Belanda dan Jepang maka membuatnya merasakan perihnya masa-masa penjajahan. Kondisi inilah yang membuatnya terinsipirasi menciptakan lagu sebagai usaha mempertahankan dan memperjuangkan nasib masyarakat Nias.

Situasi sekarang, bukanlah Belanda dan Jepang yang menjajah kita melainkan pandemi virus corona (Covid-19). Pada masa perjuangan ini, kita diberi beragam-ragam himbauan demi keselamatan diri sendiri dan sesama. Salah satunya adalah melalui lagu ๐‚๐Ž๐‘๐Ž๐๐€ yang di-cover oleh beberapa dosen, alumni dan mahasiswa STP Dian Mandala. Peng-cover-an ini dilakukan melalui social distancing, maka maklumi suaranya tapi ambil hikmat dan maknanya dari lirik lagu yang dimaksud.
๐‘บ๐’†๐’Ž๐’๐’ˆ๐’‚ ๐’ƒ๐’†๐’“๐’Ž๐’‚๐’๐’‡๐’‚๐’‚๐’•!

๐—Ÿ๐—ถ๐—ฟ๐—ถ๐—ธ:
Inรตtรต iadaโ€™a ba zi so ita
tenga simane inรตtรต mefรตna
Bรตi ua anรตrรต honogรตโ€™รต
Faigi gรตi waโ€™auri zato

Yaโ€™ita iraono sihino dรตla
Be duma-duma ba mbanua
Oโ€™รต niwaโ€™รต famareta
Sasai danga ba okhoiโ€™รตgรต

Ba bรตi ua fahadรต-hadรตโ€™รต
Ba bรตi ua fara’u-ra’u tanga
Enaรต lรต gรตna ita corona

#dirumahaja
#lindungidiri
#lindungisesama
#salamcorona
#stpdianmandalahadiruntukanda

๐—”๐—ก๐—ง๐—œ๐—ฆ๐—œ๐—ฃ๐—”๐—ฆ๐—œ ๐—–๐—ข๐—ฉ๐—œ๐——-๐Ÿญ๐Ÿต, ๐—ž๐—˜๐—ง๐—จ๐—” ๐—ฆ๐—ง๐—ฃ ๐——๐—œ๐—”๐—ก ๐— ๐—”๐—ก๐——๐—”๐—Ÿ๐—” ๐—Ÿ๐—”๐—ž๐—จ๐—ž๐—”๐—ก ๐—ฃ๐—˜๐—ก๐—ฌ๐—˜๐— ๐—ฃ๐—ฅ๐—ข๐—ง๐—”๐—ก ๐——๐—œ๐—ฆ๐—œ๐—ก๐—™๐—˜๐—ž๐—ง๐—”๐—ก ๐——๐—œ ๐—Ÿ๐—œ๐—ก๐—š๐—ž๐—จ๐—ก๐—š๐—”๐—ก ๐—ž๐—”๐— ๐—ฃ๐—จ๐—ฆ

Penyemprotan disinfektan dilakukan di lingkungan kampus Sekolah Tinggi Pastoral (STP) Dian Mandala Gunungsitoli sebagai langkah antisipasi penyebaran Corona Virus Disease (Covid – 19). Upaya itu dilakukan langsung oleh Ketua STP Dian Mandala, Fransiskus T. S. Sinaga, S.Ag., M.Th untuk menjadikan lingkungan kampus steril dari pelbagai virus dan mikroorganisme yang merugikan manusia, terutama pandemi Covid โ€“ 19 yang telah menjadi bencana saat ini.

Penyemprotan ini menyasar di beberapa ruangan seperti ruang fungsionaris, ruang dosen, ruang BAAK/BAUK, ruang kelas mahasiswa, ruang auditorium, ruang perpustakaan, ruang lab komputer, ruang diskusi mahasiswa, ruang SEMA, ruang jaga, ruang tamu, kantin, teras, tangga dan dapur pada hari Kamis (02/04/2020).

Dalam prosesnya, kegiatan ini merupakan inisiatif Ketua STP Dian Mandala dalam rangka membantu pemerintah daerah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid โ€“ 19, khususnya di lingkungan kampus.

Selain penyemprotan, selama masa darurat Covid – 19, pihak lembaga STP Dian Mandala juga terus melakukan dan melanjutkan serangkaian himbauan positif dari pemerintah pusat untuk mengedukasi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya sebagai bentuk kepedulian melawan corona.

Fransiskus T. S. Sinaga, S.Ag., M.Th., mengatakan bahwa mari kita bersama-sama menjaga kebersihan rumah, tempat kerja dan lingkungan. Dengan melaksanakan penyemprotan seperti ini, berarti kita telah berusaha dan berupaya menjaga serta memelihara lingkungan agar tetap aman dan bersih. Karena itu, masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama serta saling bahu-membahu memutus mata rantai penyebaran virus corona, ujarnya.

Sementara itu, penyemprotan disinfektan merupakan standar penanggulangan virus dan tetap harus dilakukan, bahkan berkala. Tentu, tidak hanya di lingkungan kampus tetapi baiknya mahasiswa dan masyarakat melanjutkannya di rumah atau di lingkungan masing-masing.

Untuk pencegahan dan memberantas Covid – 19, tentunya kita diajak untuk bergandengan tangan membantu pemerintah dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta melindungi diri dan sesama yang dimulai dari hal-hal sederhana.

๐’ซ๐‘’๐“ƒ๐“Š๐“๐’พ๐“ˆ,
๐’ข๐’พ๐“๐’ถ๐“€๐’พ๐’ถ๐“‚๐’ถ ๐ป๐“Š๐“๐“Š, ๐‘€.๐’œ๐‘”.

๐—•๐—˜๐—ฅ๐—ฆ๐—”๐— ๐—” ๐— ๐—˜๐—ก๐—–๐—˜๐—š๐—”๐—› ๐—ฉ๐—œ๐—ฅ๐—จ๐—ฆ ๐—–๐—ข๐—ฅ๐—ข๐—ก๐—”

Dalam rangka mewaspadai dan mencegah menjalarnya ๐•๐ข๐ซ๐ฎ๐ฌ ๐‚๐จ๐ซ๐จ๐ง๐š ( ๐‚๐จ๐ฏ๐ข๐-๐Ÿ๐Ÿ—), maka lembaga STP Dian Mandala terus berupaya untuk mengedukasi dan mengingatkan para mahasiswa agar tetap menjaga kesehatan, menghindari kerumunan orang, menjaga jarak satu dengan yang lain dan lebih baik beraktivitas di rumah masing-masing, seperti himbauan dari pemerintah pusat akhir-akhir ini.

Pada hari Selasa, 17/03/2020 para dosen rapat bersama untuk menentukan langkah dan kebijakan lembaga dalam mengantisipasi berkembangnya ๐•๐ข๐ซ๐ฎ๐ฌ ๐‚๐จ๐ซ๐จ๐ง๐š (๐‚๐จ๐ฏ๐ข๐-๐Ÿ๐Ÿ—) yang telah menjadi persoalan bangsa Indonesia dan bahkan dunia saat ini.

Salah satu keputusan lembaga adalah mahasiswa diberi kesempatan untuk tetap belajar mandiri di rumahnya masing-masing selama beberapa minggu ke depan.

Berdasarkan keputusan lembaga, mahasiswa belajar mulai dari 20 Maret 2020 s/d 18 April 2020.

Selama belajar mandiri, setiap dosen akan menyiapkan strateginya dalam memberikan kuliah online, mengerjakan tugas dan mengerjakan soal-soal UTS (Ujian Tengah Semester) secara online.

Selain itu, lembaga menyiapkan surat pemberitahuan mahasiswa belajar mandiri di rumah masing-masing yang diserahkan kepada orang tua, wali atau donatur.

Harapan bersama adalah dalam menghadapi virus corona (covid – 19) tidak perlu panik tetapi perlu waspada.