Berkanjang dalam Iman akan Kebangkitan

Blasius S. Yese, Pr

Suasana perayaan Paskah kita tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Gereja-gereja sepi. Sebagian terbesar umat hanya bisa menjalankan ritual keagamaan di rumah masing-masing. Bila dimungkinkan, bisa mengikuti perayaan ekaristi secara audio-visual.  Suasana terasa mencekam, karena berada di bawah ancaman virus corona. Manusia tidak hanya mengambil sikap waspada dan merasa was-was, tetapi bahkan merasa takut dan panik. Virus corona telah mengobrak-abrik dunia. Hubungan satu sama lain terganggu. Antara satu dengan yang lain harus menjaga jarak fisik. Hidup perekonomian pun memprihatinkan. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan sumber pendapatan. Sekolah dan perkuliahan dilakukan secara on-line. Pertemuan-pertemuan banyak dilakukan secara virtual melalui media sosial. Tanpa komando, warga dunia pun serentak bersatu dalam perang melawan virus yang telah memakan korban lebih dari setengah juta orang ini; dan puluhan ribu di antaranya telah meninggal dunia. 

Virus ini memang menjadi tantangan kemanusiaan dan iman. Di hadapan virus corona yang pandemik ini, manusia sungguh sadar akan kerentanan atau kerapuhannya. Dalam kesadaran itu, manusia amat membutuhkan keselamatan atas hidupnya. Keselamatan itu tak hanya diharapkan dari kemampuan dan upaya manusiawi, tetapi juga dari Allah. Social distancing dan physical distancing adalah bagian dari ungkapan kepedulian atas kehidupan. Ini menjadi salah satu cara memutus mata rantai penularan virus tersebut. Sebagai tantangan iman, kesadaran akan kerapuhan itu merupakan ruang bagi Allah untuk melakukan kehendak-Nya. Benar kata Sri Paus Fransiskus dalam homilinya pada kesempatan Adorasi Mahakudus, Jumat, 27 Maret 2020, bahwa β€œIman dimulai ketika orang berada dalam kebutuhan akan keselamatan”. Oleh karena itu, kesadaran akan kerentanan mendorong kita makin tekun merawat harapan dan iman kita kepada Allah.  Dalam iman dan harapan itulah kita bertawakal di hadirat Allah.

Pada Jumat Agung, Yesus memperlihatkan kepada kita sisi kerapuhan-Nya sebagai manusia. Dia mengalami kesengsaraan atau penderitaan, yang berujung pada kematian-Nya di salib. Peristiwa itu amat mengguncangkan hidup para murid-Nya. Ada yang tak berani mengakui diri sebagai murid-Nya. Ada yang kecewa, lalu berusaha menghilangkan perasaan itu dengan kembali menekuni kesibukan mereka sehari-hari. Tetapi kemudian keadaan itu kembali berubah setelah peristiwa kebangkitan Tuhan pada Minggu Paskah. Kebangkitan menjadi titik balik yang baru untuk kembali kepada Yesus. Kebangkitan menjadi awal baru untuk mengatasi segala kecemasan, ketakutan dan kepanikan. Kebangkitan menjadi langkah baru untuk menata dan memulai kehidupan yang terbaharui. Kebangkitan Kristus menjadi jawaban yang jitu atas kerapuhan manusia. Kebangkitan Kristus menjadi alasan bagi kita untuk tetap memiliki harapan dalam situasi hidup yang bagaimanapun. Iman akan kebangkitan menjadi sumber kekuatan kita untuk memerangi perasaan panik dan pesimis. Yesus Kristus lebih dari sekadar seorang tabib yang menyembuhkan orang sakit. Dia adalah pokok keselamatan dan sumber kehidupan. Sebab Dia sendiri adalah kebangkitan dan kehidupan. Kunci untuk mendapatkan itu adalah iman (bdk. Yoh. 11: 25-26; 6:40).

Kadang-kadang muncul komentar naif yang menilai bahwa pembatasan menjalankan ritual keagamaan secara bersama di gereja menandakan kurang beriman. Cara demikian adalah jalan untuk menyelamatkan. Upaya-upaya manusiawi yang wajar adalah jalan-jalan iman. Keadaan luar biasa karena virus corona membuat kita memiki banyak waktu untuk hadir dalam keluarga. Keluarga sebagai ecclesia domestica harus menjadi ruang untuk bertumbuh dan berkembangnya iman akan kebangkitan. Keadaan kita sekarang ini seperti keadaan para murid Yesus dulu yang terkurung dalam rumah. Tuhan kemudian datang mengunjungi kita dan memberikan salam Β«Damai sejahtera bagi kamuΒ» (Yoh. 20:19; Mt. 28:9; Luk. 24:36). Kedatangan dan salam-Nya itu tidak hanya kian meyakinkan kita bahwa Dia sudah bangkit, namun serentak memberi kita kekuatan dan penghiburan. Oleh karena itu, entah bagaimanapun situasi hidup kita, semoga kita tetap berkanjang dalam iman dan harapan akan kebangkitan. Itulah pokok penghiburan kita.

—-&&&—-

Blasius S. Yese, pr

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *