๐’๐ฉ๐ข๐ซ๐ข๐ญ๐ฎ๐š๐ฅ๐ข๐ญ๐š๐ฌ ๐“๐š๐ฐ๐š๐ค๐š๐ฅ ๐’๐ญ. ๐๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ง ๐Œ๐š๐ซ๐ข๐š

Kita sedang melintasi bulan kelima tahun ini. Dalam tradisi spiritual orang-orang Katolik, Mei (dan Oktober) didedikasikan secara kepada St. Perawan Maria, Ibu Yesus. Kita mengadakan perziarahan rohani bersamanya. Bersama dia, kita menghadap Allah untuk menyampaikan doa-doa kita.

Dalam rangka memasuki Mei sebagai Bulan Maria, pada 25 April 2020 yang lalu, Bapa Suci Paus Fransiskus menulis surat pendek kepada semua umat beriman Katolik. Dalam satu kesatuan dengan surat tersebut, Bapa Suci juga mengirim dua doa, yang bisa didaraskan oleh umat beriman. Mengingat pandemi Covid-19 ini, Paus mengatakan bahwa bila tidak bisa melaksanakan doa Rosario dalam kelompok, hendaklah tetap melakukannya secara pribadi. ยซSaya ingin mendorong setiap orang untuk menemukan kembali keindahan berdoa Rosario di rumah dalam bulan Mei. Hal ini dapat dilakukan baik secara berkelompok atau secara individu; kalian dapat memutuskan sesuai dengan situasi kalianยป, demikian Bapa Suci menulis.

Spiritualitas tawakal St. Perawan Maria

Salah satu spiritualitas yang sangat menonjol dalam diri St. Perawan Maria adalah sikap tawakalnya kepada Allah. Dia memercayakan diri sepenuhnya kepada Allah. Di hadapan malaikat Gabriel, ia menyatakan ketaatan imannya, ยซAku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu!ยป (Luk 1:38). Sikap tawakal ini menjadi modal bagi Maria untuk menerima apapun dari Allah. Sikap itu menjadi pegangan sepanjang hidupnya. Ia tegar dan tenang menyikap situasi-situasi sulit dalam hidupnya, terutama yang berkaitan dengan misteri besar Allah dalam diri Yesus, Putera sematang wayangnya. Ia tidak frontal memrotes. Juga tidak tawar hati atas apa yang menjadi kehendak Allah atas dirinya. Ia tidak mundur dari komitmen imannya itu. Apa yang dikatakan oleh nabi Yeremia, kiranya bisa melukiskan sikap tawakal atau sikap iman Maria. ยซDiberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buahยป(Yer. 17: 7-8).

Sikap tawakal St. Perawan Maria itu seyogyanya menjadi rujukan bagi kita dalam belajar beriman. Kelebihan kita sebagai orang beriman adalah bahwa kita tidak pernah sendirian, sebab kita memiliki Tuhan yang selalu menyertai kita. Di tengah-tengah ujian akan iman dan kemanusiaan karena virus corona sekarang ini, sikap tawakal St. Perawan Maria kiranya menjadi model bagi kita. Sebagaimana Bapa Suci menulis (25 April 2020),  ยซmerenungkan wajah Kristus dengan hati Maria, Bunda kita, bahkan akan menjadikan kita semakin bersatu sebagai sebuah keluarga rohani dan akan membantu kita mengatasi masa pencobaan iniยป. Oleh karena itu, waktu-waktu kita harus menjadi waktu-bersama-kita dengan Allah. Di situ kita akan memperoleh penghiburan rohani dan tetap berpengharapan bahwa badai yang membuat hidup tidak nyaman akan berlalu.

Menghadirkan Iman

Iman tidak sekadar membangun hubungan spiritual dengan Sang Ilahi. Iman harus menjadi cara hidup kita dalam membangun hidup harian dengan lingkungan semesta dan sesama kita. Dengan demikian, iman hadir dan tampak dalam pengalaman hidup yang konkret. Seperti kata Rasul Yakobus, ยซJika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah matiยป (Yak. 2:17). Oleh karena itu, kepedulian dalam meringankan beban hidup sesama yang menderita adalah percikan-percikan penghiburan dari Allah. Perbuatan-perbuatan baik yang lahir dari hati yang tulus untuk menolong satu sama lain adalah wujud konkret kehadiran Allah. Bapa Suci Paus Fransiskus dalam homilinya pada kesempatan adorasi Sakramen Mahakudus (Jumat, 27 Maret 2020) mengatakan, โ€œKita seperti sedang berada dalam sebuah perahu. Kita semua rapuh dan bingung. Tetapi pada saat yang sama, kita semua dipanggil untuk bersatuโ€. Kepedulian yang kita ungkapkan melalui tindakan dan perbuatan baik serta benar, tutur kata dan perilaku yang terpuji, sesungguhnya mengungkapkan kesatuan atau persekutuan kita sebagai sesama putera-puteri Allah. Kehadiran kita menjadi berkat bagi sesama justru karena kehadiran itu lahir dari hubungan spiritual dengan dan sikap tawakal kepada Allah. Hal itulah yang terjadi dalam perjumpaan St. Perawan Maria dengan Elisabet, saudarinya. Pengalaman perjumpaan mereka itu akan kita peringati secara istimewa di penghujung perziarahan kita di Bulan Maria ini. Saya menutup tulisan ini dengan penggalan doa yang ditulis oleh Bapa Suci Paus Fransiskus (25 April 2020), ยซBantulah kami, Bunda Kasih Ilahi, untuk menyesuaikan diri dengan kehendak Bapa, dan melakukan apa yang dikatakan Yesus kepada kami. Karena Ia memikul penderitaan kami, dan membebani diri-Nya dengan kesedihan kami untuk membawa kami, melalui salib, menuju sukacita kebangkitan. Aminยป.

Penulis

Blasius S. Yese, S.Ag., M.Th.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *