Menjalani Hidup Normal Baru

Kita masih berada dalam kurungan pandemi Covid-19. Statistik korban Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda menurun. Korban terus bertambah dari hari ke hari secara fluktuatif, baik korban yang terkonfirmasi positif kena virus corona maupun korban meninggal dunia. Hingga pukul 15.00 WIB, 14 Juni 2020, menurut situs Worldometer, total korban terkonfirmasi virus corona di seluruh dunia sebanyak 7, 9 juta juta; dan di antaranya itu, ada lebih dari 433 ribu orang meninggal dunia dan hampir 4,1 juta orang sembuh. Di Indonesia, menurut laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19, per 14 Juni 2020, ada 38.277 pasien yang terkonfirmasi kena virus corona. Dari jumlah tersebut, 2.134 meninggal dunia dan 14.531 dinyatakan sembuh. Sisanya sedang dalam perawatan. Melihat data itu, virus tersebut masih berada di sekitar kita. Menurut organisasi kesehatan sedunia, WHO (World Health Organization), sangat mungkin virus corona ini tidak akan hilang dari muka bumi.

Bila demikian, apa yang harus kita lakukan? Kita tentu saja tidak bisa mengurung diri terus dalam rumah dan menghentikan berbagai kegiatan dan pekerjaan hidup kita. Kegiatan-kegiatan usaha kita, baik perusahaan maupun kerajinan rumah tangga, harus terus beroperasi. Pelayanan-pelayanan publik, baik di instansi pemerintah maupun swasta, harus terus berjalan. Proses belajar mengajar dan perkuliahan tidak boleh berhenti. Oleh karena itu, salah satu sikap penting dalam menghadapi virus ini adalah beradaptasi dengannya. Dalam ungkapan Bapa Presiden RI, Jokowi, «Kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19» (15 Mei 2020).

Adaptasi dalam Normal New Life

Tentang hidup berdampingan dengan Covid-19, Presiden Jokowi menerangkan lebih lanjut bahwa, «Berdampingan itu justru kita tidak menyerah, tapi menyesuaikan diri. Keselamatan masyarakat tetap harus menjadi prioritas. Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru» (Lih. Kompas.com pada 15 Mei 2020). Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, juga mengatakan hal yang sama. Bahwasanya, kita harus menjalani new normal life (hidup normal yang baru), karena ada banyak kebiasaan perilaku dan pekerjaan perlu dimodifikasi dan diadaptasikan dengan kondisi pendemi corona saat ini.

Menjadi pertanyaan kita adalah: «Apa konkretisasi dari hidup yang adaptif dan modifikatif sebagai cara hidup normal yang baru itu?» Sesungguhnya, apa yang selama ini kita lakukan sebagai tindakan adaptif dan antisipatif agar tidak terkena virus corona, akan menjadi kebiasaan yang normal dalam kehidupan harian kita.

Sejak virus corona memasuki wilayah Indonesia pada awal tahun ini, pemerintah belum menerapkan lockdown, baik secara nasional maupun per kawasan atau daerah tertentu. Kita berharap bahwa lockdown itu tidak akan diterapkan di negeri kita. Meskipun demikian, baik atas anjuran pemerintah maupun karena inisiatif masyarakat sendiri, dilakukan berbagai tindakan antisipatif untuk mencegah penularan virus tersebut. Mengingat penularan virus corona ini adalah melalui sentuhan langsung dengan pasien atau melalui materi yang dipakai atau disentuh pasien, serta masuk ke tubuh melalui mulut, mata dan hidung, maka social distancing dan physical distancing adalah sikap adaptif terhadap virus corona. Aplikasi dari social and physical distancing itu macam-macam: bersalaman tanpa berjabat tangan, kegiatan peribadatan dan belajar mengajar atau perkuliahan dilakukan lewat media sosial. Banyak kegiatan rapat dilakukan secara virtual. Demikian juga pekerjaan kantor, banyak dilakukan dari rumah saja (work from home). Selain itu, penting menjaga kebersihan, terutama kebersihan tangan, dan memakai masker.

Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk beberapa daerah yang persebaran virusnya cepat dan meluas. Daerah yang menerapkan PSBB umumnya masuk kategori zona merah. PSBB tidak menghentikan sama sekali kegiatan sosial masyarakat, tetapi sangat dibatasi. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian, sedapat mungkin tetap dilaksanakan dengan mengikuti protokol tertentu.

Mengingat bahwa virus corona ini, seperti dikatakan WHO, tidak akan hilang, ditambah lagi belum ditemukan obat dan vaksinnya, pemerintah kemudian mulai memberlakukan tata hidup yang baru. Salah satu pertimbangan mendasar dari penerapan tata hidup baru atau new normal life ini adalah agar roda perekonomian bisa bergerak. Pantas diingat bahwa jumlah anggaran Negara yang diperuntukkan bagi penanganan covid-19 ini, baik untuk tindakan pencegahan penyebaran virus dan pengobatan pasien maupun mengatasi dampak turunan lainnya—khususnya kelumpuhan perekonomian,  tidaklah sedikit. Bila situasi itu berlangsung lama, akibatnya akan lebih berat lagi, terutama untuk bidang perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan tata kehidupan normal yang baru.

Kedisiplinan menjadi Kunci

Penerapan tata hidup normal yang baru sudah mulai dilaksanakan selama ini, sejak virus corona memasuki wilayah kita. Hal-hal yang selama ini dilakukan sebagai tindakan antisipatif agar tidak tertular virus corona, akan menjadi kebiasaan hidup kita yang baru. Memakai masker, menjaga kebersihan terutama mencuci tangan lebih rajin, menjaga jarak, membatasi jumlah orang yang berkumpul dalam ruang publik, membatasi jumlah orang yang menggunakan moda transportasi umum dan lain sebagainya, akan menjadi kebiasaan yang normal dalam kehidupan kita.

Berhadapan dengan tata kehidupan yang baru itu, salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah kedisiplinan dalam mengikuti peraturan kesehatan. Kita harus konsisten mengikuti protokol kesehatan. Setiap warga masyarakat harus menempatkan diri sebagai gugus terdepan untuk mengatasi persebaran virus corona ini. Dengan bersikap disiplin atas ketentuan protokoler kesehatan, setiap orang tidak hanya menyelamatkan dirinya sendiri tetapi juga menyelamatkan hidup orang lain. Pelonggaran atas beberapa kegiatan sosial dalam tata hidup yang baru itu jangan sampai berubah menjadi pelanggaran. Bila demikian yang terjadi, persebaran virus itu bisa saja tak terbendung. Semoga kita memberikan perhatian yang serius pada ketentuan protokol kesehatan dalam menjalani tata hidup normal yang baru ini. Bila kita lalai, berarti novum atau kebaruan dalam tata hidup normal yang baru itu dengan sendirinya hilang. Memang, peduli pada kesehatan merupakan salah satu tantangan dalam hidup. Kesehatan adalah anugerah yang harus dijaga, dirawat dan dicintai. Tatkala kita berbicara mengenai pentingnya mencintai diri sendiri dan sesama, salah satu wujudnya adalah menghindari kebiasaan buruk yang dapat merusak kesehatan jiwa dan raga.

Blasius S. Yesse, pr.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *