π—¦π—˜π—‘π—¬π—¨π— , 𝗦𝗔𝗣𝗔 𝗗𝗔𝗑 π—¦π—”π—Ÿπ—”π—  (πŸ―π—¦): π—›π—œπ—Ÿπ—”π—‘π—š π—žπ—”π—₯π—˜π—‘π—” π—£π—˜π—₯π—žπ—˜π— π—•π—”π—‘π—šπ—”π—‘ π—©π—œπ—₯𝗨𝗦 π—žπ—’π—₯𝗒𝗑𝗔

Kat. Ingatan Sihura, S.Ag.

Sebut saja virus korona adalah virus yang mematikan. Memang sebutan tersebut benar adanya. Orang yang terjangkit virus korona, dapat meninggal dalam kurun waktu yang sangat singkat. Dengan keadaan seperti itu, semua orang menjadi was-was akan penularan penyakit tersebut kepadanya.

Untuk memutus penyebarannya, pemerintah baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah menganjurkan masyarakat untuk selalu waspada akan penyebaran virus korona ini. Salah satu himbauan pemerintah untuk memutus penyebaran virus korona adalah dengan selalu mengenakan masker penutup mulut dan menghindari kontak fisik kepada orang lain terlebih yang baru datang dari luar kota.

Himbauan dari pemerintah pada akhirnya menjadi tren yang dengan cepat berkembang di tengah masyarakat. Tren ini pun dapat bermakna baik juga sekaligus kurang baik. Menjadi tren yang baik adalah untuk memutus perkembangan virus korona. Akan tetapi, menjadi tren yang kurang baik ketika senyum, sapa dan salam yang selama ini menjadi budaya bersama menjadi hilang! Orang-orang mulai saling antisipasi satu sama lain.

Menggunakan Masker menghilangkan Budaya Senyum dan Sapa

Menggunakan masker dalam perjalanan sangatlah membantu untuk menghindari debu yang beterbangan. Namun, menggunakan masker ketika berjumpa dengan orang lain apalagi dengan berkata-kata, serasa hal ini kurang etis. Orang yang jika bertemu saling melempar senyum kini sudah tidak bisa karena terhalang masker. Dengan situasi seperti ini, orang tidak saling merasa senang untuk bertemu. Selanjutnya dengan menggunakan masker, pembicaraan menjadi sangatlah terganggu. Sapaan kata-kata yang dibarengi dengan sikap wajah menjadi tidak bisa dirasakan lagi. Sapaan akan pembicaraan hangat pun menjadi tidak harmonis lagi.

Tidak Kontak Fisik (Tidak Berjabat Tangan) menghilangkan Budaya Salam

Sebagai orang yang berbudaya, salaman menjadi suatu sarana kedekatan satu sama lain. Hampir separuh manusia di dunia jika bertemu akan bersalaman, hal ini menunjukkan bahwa manusia hidup dalam tatanan sosial dan budaya. Biasanya, orang yang bertemu dengan cepat dan spontan saling menyodorkan tangan untuk bersalaman. Namun dalam perkembangan virus korona, hal ini tidak lagi bisa dilakukan. Jangankan untuk berjabat tangan, bertemu saja harus menjaga jarak minimal satu meter.

Apakah dengan Menggunakan Masker dan Tidak Kontak Fisik (Tidak Berjabat Tangan) Dimaksudkan untuk Menghilangkan Budaya Senyum, Sapa dan Salam?

Pertanyaan semacam ini mengajak kita sejenak untuk melihat apakah himbauan pemerintah dimaksudkan untuk menghilangkan budaya? Tentu ini sangat tidaklah masuk akal. Pemerintah dalam mengeluarkan keputusan pastilah mempertimbangkan banyak hal. Menggunakan masker dan tidak kontak fisik (tidak berjabat tangan) dimaksudkan untuk menghindari penyebaran virus korona yang bisa menular dengan percikan air liur dan kontak fisik. Selanjutnya, pemerintah juga menawarkan pengganti salam yang selama ini dilakukan seperti membungkukan badan dan kepala atau dengan mengatupkan tangan di dada.

Pada akhirnya, himbauan pemerintah dimaksudkan bukan untuk menghilangkan budaya senyum, sapa dan salam! Pemerintah memberi himbauan ini dalam kurun waktu tertentu dan untuk memutus rantai penyebaran virus korona. Walaupun demikian, diharapkan juga untuk tidak terlena dengan situasi yang membuat lupa dengan budaya yang satu ini. Jika terlena, maka sangat dipastikan bahwa keraguan akan kebudaan senyum, sapa dan salam dapat hilang seiring dengan perkembangan virus korona ini.

Penulis,

Katekis Ingatan Sihura, S.Ag.

(Alumnus STP Dian Mandala)

πƒπŽπŒπ„π’π“πˆπ‚π€ π„π‚π‚π‹π„π’πˆπ€ – ππ€π’πŠπ€π‡ – π‚πŽπ•πˆπƒ-πŸπŸ—

Sergius Lay, S.Ag., M.Ed.

1. Awal Mula Covid-19 dan Pengaruhnya

Sejak pertengahan bulan Desember 2019 lalu, dunia digemparkan oleh munculnya satu virus baru yang menghebohkan dunia, karena proses penyebarannya yang cepat dan meluas ke seluruh dunia, sehingga disebut dengan pandemic covid-19 (Coronavirus Disease 2019).

Menurut informasi, virus baru ini muncul di kota Wuhan, tetapi banyak orang yang belum tahu dari mana asal virus korona baru yang mulai merebak di Wuhan, China, Desember 2019, apakah dari hewan, yaitu kelelawar atau belakang dikatakan berasal dari tenggiling atau hasil kreasi genetik dari laboratorium tertentu. Namun dalam berita Liputan6.com tanggal 7 April 2020, sejumlah peneliti dari di bawah pimpinan Shan-Lu Liu dari Ohio State University, mengatakan bahwa covid-19, termasuk SARS dan MERS,adalah bagian dari keluarga besar (famili) virus korona, yang dapat menyebabkan penyakit dengan tingkat keparahan yang luas. Mereka juga mengatakan bahwa SARS dan MERS berasal dari kelelawar, dan karena itu covid-19 pasti juga berasal dari alam dan bukan hasil rekayasa / kreasi manusia di laboratorium.

Lepas dari asal-usul covid-19, apakah disebabkan oleh alam atau kreasi genetik laboratorium, telah nyata bahwa covid-19 ini telah mempengaruhi pola hidup dan berpikir kita di bulan-bulan terakhir ini. Banyak orang mulai melihat wabah ini dari sudah pandang negatif, tetapi banyak orang juga yang melihat ini secara positif. Ulasan-ulasan teologis spiritual, psiko-sosial, social – politik – ekonomi, bermunculan di media-media cetak dan Online dengan jumlah yang tidak terkira. Di sini kita tidak hendak membahas semuanya secara detail, tetapi hanya melihatnya dalam konteks keberadaan kita yang sedang merayakan Paskah Tuhan di antara minggu pertama dan kedua di bulan April 2020.

2. Covid-19 dan Perayaan Paskah 2020

Mungkin kita dapat mengatakan bahwa wabah covid-19 muncul dan merebak manakala Umat Katolik (dan Kristen secara umum) sedang mempersiapkan (masa pra-paskah) Paska Kebangkitan Tuhan, yang puncaknya dirayakan pada Vigilia Paskah tanggal 11 April 2020 dan Perayaan Minggu Paskah tanggal 12 April 2020.

Memasuki Minggu Sengsara, yang dibuka dengan Perayaan Minggu Palma pada tanggal 5 April 2020, seraya mematuhi himbauan pemerintah untuk stay at home, hindari kerumunan, hindari pertemuan-pertemuan jaga jarak baik social maupun fisik, serta dikuatkan oleh surat-surat pastoral dari pimpinan gereja Keuskupan dan diteruskan ajakan para pimpinan Gereja Paroki, banyak umat Katolik yang merasa kehilangan β€œsense of community” dan β€œsense of fraternity”  bersama dengan semua saudara seiman dalam perayaan ini.

Dengan demikian Puncak Perayaan Paskah dan perayaan lain sebelum dan setelah Perayaan Paskah, dirayakan secara live streaming, baik yang siarkan dari Gereja-Gereja Katedral, Gereja-Gereja Paroki dan juga dari pelbagai komunitas-komunitas religius dan pastoran dengan waktu yang berbeda-beda. Seluruh umat Katolik pun diminta dan diharapkan untuk tidak menghadiri secara fisik secara Bersama dengan seluruh umat separoki atau juga sestasi atau sekomunitas tertentu, tetapi mengikutinya dari rumah masing-masing.

Sebuah fenomena baru muncul di saat-saat kerinduan untuk berpartisipasi secara aktif dengan seluruh umat separoki, sestasi dan sekomunitas umat beriman semakin tidak tertahankan. Mengikuti perayaan ekaristi dan ibadat harian pada hari-hari Minggu dan hari-hari biasa sebelum Perayaan Paska dirasa tidak memuaskan secara rohani, psikologis dan fisik. Kecanggihan alat-alat teknologi secara komputer, laptop, notebook, smartphone dan lain sebagainya, sepertinya tidak mampu memberikan kepuasan lahir dan batin / jasmani dan rohani jika dibandingkan dengan mengikuti secara fisik dengan seluruh umat beriman di gereja stasi atau gereja paroki di komunitas umat beriman.

Sebagai ungkapan kerinduan itu, muncullah pelbagai inisiatif dari banyak keluarga Katolik yang ingin merayakan Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Malam Paskah dan Minggu Paskah, tidak hanya secara live streaming melainkan langsung merayakannya di rumah sendiri dan Bersama dengan anggota keluarga ataupun Bersama dengan tetangga.

3. Domus Ecclesia, Paskah dan Covid-19

Pemikiran di paragraf terakhir di antar memberikan suatu pemahaman baru tentang Ecclesia Domestica, yang secara sederhana diartikan sebagai β€œGereja Rumah Tangga”. Domus Ecclesia dapat diartikan sebagai suatu tempat pertama untuk tumbuh dan berkembangnya iman akan Kristus, tempat di mana terjadi kegiatan pengajaran dan praktek doa, kebajikan-kebajikan dan cinta kasih Kristus kepada kita (LG 11, FC 21).

Melihat di media-media social seperti facebook, tweeter, Instragram, Whatsapp dan medsos lainnya, tidak sedikit dari keluarga-keluarga Katolik yang β€œmemamerkan” kegiatan-kegiatan doa di dalam keluarga. Doa yang dimaksud, tidak lagi sebatas pada kegiatan doa biasa seperti doa harian, atau doa waktu makan, atau doa rosario, atau doa syukuran tertentu, melainkan doa yang dipadukan dengan ibadat Gereja semesta, seperti Ibadat Minggu Palma, Ibadat Kamis Putih, Ibadat Jumat Agung, Ibadat Sabtu Suci dan Ibadat Minggu Paska.

Dengan demikian, doa yang dilakukan oleh Domus Ecclesia, tidak hanya sebatas pada doa biasa sebagai praktek keutamaan rohani – spiritual, tetapi doa yang disatukan dengan doa Gereja semesta, doa yang dipadukan dengan doa seluruh umat katolik, yang didasari pada intensi yang sama dan bersumber dari bacaan-bacaan Kitab Suci yang sama pula, dan mungkin saja memiliki struktur doa yang sama (karena memperoleh sumber bahan dari paroki atau dari sumber lain yang dipercaya sebagai Liturgi Katolik).

Atas dasar praktek-praktek yang terjadi seperti diuraikan di atas, kita dapat mengatakan bahwa selama masa covid-19 ini, Domus Ecclesia telah menjadi tempat di mana anak-anak dan seluruh anggota keluarga menerima pewartaan pertama mengenai iman dan praktek-praktek keutamaan spritual – rohani. Praktek-praktek ibadat resmi Gereja yang dilaksanakan dalam Tata Peribadatan di Gereja, β€œdigeser” dan dipraktekkan di dalam keluarga. Maka tidak heran jika dalam Perayaan Minggu Palma (dan perayaan-perayaan trihari Paska), terjadi Ibadat Minggu Palma di dalam keluarga yang beranggotakan 4 (empat) atau 5 (lima) atau sekian orang, yang semua orang yang berpartisipasi mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing, seperti Ayah memimpin ibadat, ibu memimpin lagu, anak-anak membaca bacaan dan membawakan doa umat. Tidak hanya itu, bahwa ruangan ditata sedemikian menjadi β€œkapel kecil” yang memiliki altar yang ditutupi dengan kain altar dan juga lilin di atasnya.

Mengamati fenomena-fenomena ini, covid-19 yang mewabah di masa Minggu Suci tahun 2020 ini, mengajari kita tentang bagaimana kehidupan rohani dalam rumah tangga kecil, harus sungguh-sungguh menjadi Ecclesia Domestica. Itu mengandaikan suatu keinginan yang sungguh dalam menciptakan kondisi-kondisi yang mungkin agar karakteristik dari sebuah Ecclesia Domestica tersebut dapat menyata dan dialami oleh seluruh anggota keluarga tersebut.

Bagaimana karakteristik tersebut dapat menyata dalam Ecclesia Domestica? Beberapa aspek mungkin dapat diuraikan di sini:

  • Komitmen bersama menciptakan Ecclesia Domestica. Tanpa didorong oleh komitmen bersama yang kuat, dan motivasi dari kepala rumah tangga, sangat sulit terwujudnya suatu kehidupan rumah tangga yang bercirikan Ecclesia Domestica.

Sangat terasa bahwa kegiatan β€œdoa dan ibadat Bersama dalam rumah tangga selama Pekan Suci, terutama pada Trihari Suci Paskah, merupakan wujud dari komitmen seluruh anggota kerluarga dalam upaya menghadirkan pelbagai ritual keagamaan selama hari-hari suci tersebut. Ritual keagamaan selama Pekan Suci tidak hanya lagi dilaksanakan di Gereja / Kapel, tetapi berpindah tempat ke dalam atau di tengah-tengah keluarga kristiani atau keluarga katolik. Dengan demikian, wabah covid-19 yang sedang dialami oleh seluruh masyarakat dan terutama umat katolik, telah berhasil β€œmembumikan” pelbagai ritual keagamaan dari Gereja / Kapel ke tengah-tengah hidup keluarga, di dalam rumah serta dirayakan secara lebih intens.

  • Peran Bapa adalah imam dalam Ecclesia Domestica.

Dalam tradisi Yahudiah, seorang bapa dalam keluarga, juga menghayati statusnya sebagai seorang imam. Namun, Kitab Suci memisahkan 2 (dua) peran berbeda: pertama ialah peran bapa dan imam dalam keluarga (bagi semua bapa sebagai kepala rumah tangga) dan kedua adalah peran bapa dan imam dalam lingkungan bangsa Israel yang dikhususkan untuk keturunan Harun dan Lewi (Kel 19,22; 29,1-37; 40,12; Im 8,1-36).

Sebagai seorang bapa dan imam dalam rumah tangga, tugas mereka adalah mempersembahkan korban (Kej 8,20; 12,7). Di sini kita dapat melihat bahwa peranan bapa dan imam merupakan dua peranan yang berhubungan satu sama lain (Hak 17,10; 18,19). Karena itu dalam konteks situasi kita, peran bapa keluarga dalam mengaktifkan keluarga yang mau berdoa dan β€œmemindahkan” kegiatan ritual di Gereja ke rumah tangga adalah sangat penting dan menentukan dalam menciptakan Ecclesia Domestica.

  • Penghayatan Liturgi Gereja berpindah ke Rumah Keluarga

Dalam kaitan dengan covid-19, peran imam (baca: pastor) dan fungsi Gereja berpindah ke bapa keluarga dan rumah tempat tinggal keluarga. Mengamati dan melihat di media-media social di mana seorang bapa rumah tangga memimpin ibadat di tengah anggota keluarga, seorang ibu rumah tangga membaca bacaan kitab suci dan beberapa anak bergantian memerankan tugas liturgi yang lain menunjukkan suatu kesaksian bahwa rumah tangga keluarga selama masa covid-19, telah menjadi Ecclesia Domestica yang sudah harus terus mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dihayati dalam keseharian, walaupun suatu ketika tidak lagi berkaitan dengan perayaan liturgi resmi gereja, tetapi dalam bentuk doa devosi dan bentuk-bentuk doa lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup beriman katolik.

Dalam kegiatan doa liturgi dan doa-doa devosi lainnya terbentuk satu persekutuan rahmat dan doa, satu sekolah untuk membina kebajikan-kebajikan manusia dan cinta kasih Kristen. Ecclesia Domestica juga menjadi tempat pendidikan doa bagi seluruh anggota keluarga. Atas dasar Sakramen Perkawinan, keluarga adalah “Gereja rumah tangga”, di mana anak-anak Allah berdoa “sebagai Gereja” dan belajar bertekun dalam doa. Teristimewa untuk anak-anak kecil, doa sehari-hari dalam keluarga adalah kesaksian pertama untuk ingatan Gereja yang hidup, yang dibangkitkan dengan penuh kesabaran oleh Roh Kudus” (KGK 1656, 1666. 2685).

  • Panggilan Ketekis dan Guru Agama Post-Wabah Covid-19

Selain bapak keluarga atau seorang awam lain yang telah β€œmengambil alih” tugas imam di Gereja-Altar serta fungsi rumah keluarga yang telah menjadi β€œgereja baru” di masa covid-19, maka muncul juga arah baru dari pelayanan dan panggilan seorang Katekis dan Guru Agama Katolik (tenaga pastoral) setelah wabah covid-19 ini. Ada beberapa catatan yang dapat dikemukakan berdasarkan pengalaman ini. Pertama, hendaklah berusaha untuk memahami dengan lebih baik fenomena ini sebagai kesempatan mencari arah baru dalam kegiatan berkatekese. Melihat fungsi Rumah Keluarga dan peran bapa dalam keluarga yang ditampakkan selama wabah covid-19, harus menjadi kesempatan bagi para tenaga pastoral untuk mengisi pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang tata cara ibadat yang benar menurut liturgi Gereja Katolik. Kedua, setelah memahami dengan baik tentang tata ibadat gerejawi, maka seorang tenaga pastoral hendaknya belajar untuk menemukan metode, strategi, Teknik atau cara dalam mengedukasi umat agar umat semakin memahami dan mengetahui serta terampil membawakan tata ibadat di dalam keluarga manakala wabah yang hampir sama menimpa lagi kehidupan masyarakat di masa-masa yang akan datang. Namun, untuk jangka panjang, bukan lagi berkaitan dengan tata ibadat resmi gereja tetapi ibadat-ibadat devosional lainnya yang merupakan perayaan sakramentalia yang dirayakan di tengah keluarga.

4. Catatan Penutup

Kita tidak mengetahui secara pasti sampai kapanlah wabah ini akan berakhir, dan kapan wabah yang sama atau dalam bentuk yang lain dengan tingkat bahaya yang sama atau lebih akan muncul lagi. Namun, dari pengalaman wabah covid-19, telah mengajari kita banyak hal mulai dari ritme hidup, menjaga kesehatan, cara berelasi dengan sesama sampai kepada praktik-praktik ritual keagamaan.

Semoga pengalaman wabah covid-19 di masa Pra-Paksa dan Paska ini bisa membuat kita memahami bahwa hidup harus dimaknai secara lebih baik dan berarti dalam relasinya dengan sesama, lingkungan dan Tuhan serta bagaimana meningkatkan kualitas-kualitas hidup sebagai seorang Katolik yang lebih baik.

Selamat Paska dan salam sehat untuk semuanya

Paskah Kedua, 13 April 2020

Sdr. Sergius Lay, OFMCap

Perpanjangan Jabatan Fungsionaris STP Dian Mandala Gunungsitoli

Hari ini Jumat (28/02/2020) dilaksanakan perpanjangan jabatan fungsionaris STP Dian Mandala oleh pengurus Yayasan Budi Bakti Keuskupan Sibolga di Auditorium STP Dian Mandala Gunungsitoli. Kegiatan yang dimaksud dihadiri oleh pembina, pengawas dan pengurus Yayasan Budi Bakti Keuskupan Sibolga serta para fungsionaris, dosen dan staf-pegawai STP Dian Mandala Gunungsitoli.

Dalam laporan Ketua STP Dian Mandala Gunungsitoli, Fransiskus T. S. Sinaga, S.Ag., M.Th mengatakan bahwa seiring berjalannya waktu lembaga STP Dian Mandala semakin mengalami perkembangan yang signifikan baik secara kuantitas-kualitas mahasiswa dan dosen, penataan administrasi, peningkatan sarana-prasarana dan berbagai bentuk pengabdian lainnya di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan yang telah terlaksana selama kepemimpinan fungsionaris di periode 2017-2020 tentu sudah dimuat dalam bentuk tulisan. Hal ini merupakan bentuk transparansi dari fungsionaris dan hasil kerja sama dari berbagai pihak, ungkapnya.

Bartolomeus Sihite, S.Ag., Lic.Miss., sebagai Sekretaris Yayasan Budi Bakti Keuskupan (mewakili ketua YBB KS) mengungkapkan bahwa kami menyambut baik bentuk transparansi selama tiga tahun dalam memimpin lembaga STP Dian Mandala Gunungsitoli sebagai wadah pendidikan. Selain itu, juga diucapkan banyak terima kasih kepada fungsionaris karena telah mengembangkan STP Dian Mandala Gunungsitoli ke arah yang lebih baik. Yayasan selalu berharap kepada fungsionaris periode 2020-2023 untuk tetap menjalankan tugas ini ke depan sehingga cita-cita bersama dapat tercapai, tegas Sekretaris YBB KS.

Adapun fungsionaris dengan masa jabatan 2020-2023 atau tiga tahun ke depan adalah:

  • Fransiskus T. S. Sinaga, S.Ag., M.Th., sebagai Ketua STP Dian Mandala Gunungsitoli
  • Alexius Poto Obe, S.S., M.Hum., sebagai Wakil Ketua I STP Dian Mandala Gunungsitoli
  • Paulinus K. Ndoa, S.Ag., M.Pd., sebagai Wakil Ketua II STP Dian Mandala Gunungsitoli
  • Sitepanus Zebua, S.Ag., M.M., sebagai Wakil Ketua III STP Dian Mandala Gunungsitoli

Selamat dan sukses kepada seluruh fungsionaris semoga amanah terhadap tugas yang diemban dan dapat dilaksanakan dengan baik.

STP Dian Mandala: β€œBercahayalah!”

Misa Rabu Abu di STP Dian Mandala Gunungsitoli

Tak terasa hari, minggu, bulan dan bahkan tahun terus berganti. Demikian masa dalam liturgi Gereja Katolik pun tak terasa terus berganti seperti masa natal dan masa biasa yang sudah kita lalui, namun kini kembali kita memasuki masa prapaskah tahun 2020. Umat Katolik menjalani masa prapaskah mulai dari Rabu Abu, 26 Februari 2020 sampai 11 April 2020 sebelum vigili paskah.

Oleh karena itu, STP Dian Mandala Keuskupan Sibolga mengawali masa prapaskah tahun 2020 ini dengan merayakan Misa Rabu Abu di lingkungan kampus yang diikuti oleh dosen, staf-pegawai dan mahasiswa pada hari Rabu, (26/02/2020) pukul 09.30 WIB sampai selesai.

Misa Rabu Abu dipimpin oleh Ketua STP Dian Mandala P. Fransiskus T. S. Sinaga, Pr., dan didampingi Wakil Ketua I yaitu P. Alexius Poto Obe, Pr. Misa Rabu Abu ditandai dengan pemberian abu di dahi yang berbentuk salib.

Dalam khotbahnya dan bahkan di laman facebook Dian Mandala, P. Fransiskus T. S. Sinaga, Pr., banyak memberi penekanan β€œMari… Saya, Anda dan Kita semua berbalik kepada Allah!”.

Kalau Kita melintas di Jembatan Nou dekat Pasar Ya’ahowu, Kota Gunungsitoli sudah terpampang iklan rokok sampoerna “LO YANG SALAH LO YANG GALAK”. Sepintas kalimat ini kurang bermakna tapi kalau Kita renungkan maknanya sangat dalam dan luas. Pesan kalimat ini juga sangat tegas, terang, jelas, dan kuat serta menantang Kita.

Di awal masa prapaskah di hari Rabu Abu ini, Kita umat Katolik mengawali Retret Agung. Dalam masa prapaskah ini, Kita disadarkan bahwa Allah adalah Maha Pengampun, Maha Pengasih, Panjang Sabar, Berlimpah Kasih Setia dan Maha Bijaksana. Karena itu, Kita jangan ragu akan pengampunanNya.

Sebagai manusia, Saya, Anda dan Kita semua pernah salah, berdosa, dan lalai. Pernyataan Kita dengan sikap marah/galak (seperti: manusia pertama, Adam dan Hawa. Begitu tahu Mereka berdosa, Mereka lari sembunyi dan menghindar dari Allah). Tentu, hal ini tidak sesuai dengan kehendak Allah. Allah mau agar Kita dengan rendah hati menyesal, sadar dan mengakui kelemahan Kita sendiri.

Dengan demikian, Kita disadarkan meskipun Kita bukan apa-apa, Kita manusia hina dan berdosa dengan simbol Abu yang Kita terima, tapi di mata Tuhan Kita adalah segalanya dan berharga di hadapan Tuhan. Allah menuntun/mengarahkan Kita untuk berbalik kepadaNya. Kita yang bersalah, berdosa, dan tak layak ini mohon ampun kepadaNya dan bukan sebaliknya menjadi marah/galak kepada sesama serta kepada Tuhan.

Paus Fransiskus dalam Surat Gembalanya tahun 2020 menyapa Kita agar Kita sadar bahwa dasar pertobatan adalah misteri paskah (wafat dan kebangkitan Kristus). Karena itu, Paus Fransiskus menyerukan pertobatan (ber-metanoia). Melalui seruan itu, menyadarkan Kita bahwa Allah sangat merindukan berdialog dengan Kita (lewat doa) dan sekaligus mendorong Kita agar mau rela hati untuk berbagi atas apa yang Kita miliki dengan tidak hanya “disimpan” begitu saja.

Sebagai penutup dari khotbahnya, P. Fransiskus T. S. Sinaga, Pr., menegaskan bahwa semuanya mau mendidik hati, sangar suci Kita agar tetap rendah hati, bertobat untuk mengakui kesalahan, kelemahan dan dosa Kita di hadapan Tuhan. Hari ini, Kita akan menerima atau ditandai dengan Abu sebagi tanda pertobatan Kita. Mari berbalik kepada Allah, mengoyakkan hati, menyesal/menangis atas dosa dan ber-metanoia serta tidak mengikuti slogan rokok sampoerna “LO YANG SALAH LO YANG GALAK”

Selamat memasuki Retret Agung…!!!

Seminar Nasional: Surat Apostolik Paus Fransiskus β€œAperuit Illis”

Pastor Yonas sedang menyampaikan Surat Apostolik Fransiskus Aperuit Illis

Dalam rangka pembukaan semester genap, sivitas akademika STP Dian Mandala Gunungsitoli Keuskupan Sibolga mengikuti seminar nasional tentang: Surat Apostolik Paus Fransiskus β€œAperuit Illis”, Senin (20/01/2020).

Pembicara dalam seminar tersebut Yonas Manue Hanu, Lic.BTh., M.A. Ia adalah seorang pastor dari kongregasi SVD yang tentunya, bidang ilmunya tidak diragukan lagi mengenai Kitab Suci. Menurutnya, kegiatan seminar hari ini tidak hanya mengenal Surat Apostolik Paus Fransiskus β€œAperuit Illis”, melainkan kita juga harus dekat dengan Kitab Suci yaitu membaca, merenungkan, dan mewartakannya, ujar P. Yonas Manue Hanu.

Kegiatan ini, juga diperlancar oleh seorang moderator P. Alexius Poto Obe, Pr. Sivitas akademika STP Dian Mandala merasa bahwa kegiatan yang dimaksud sungguh bermanfaat dan sekaligus memberikan pencerahan serta inspirasi bagi dosen dan mahasiswa yang selalu dekat dengan Kitab Suci (Sabda Allah).

Dosen dan mahasiswa mendengarkan pemaparan dari pembicara

Sesudah kegiatan seminar pada hari yang sama, maka dilanjutkan dengan pembukaan semester genap dan sekaligus pembacaan nama-nama mahasiswa yang berprestasi pada semester ganjil tahun akademik 2019/2020 oleh Ketua STP Dian Mandala, P. Fransiskus T. S. Sinaga, Pr. Ketua STP Dian Mandala mengatakan, mahasiswa yang berprestasi baik yang sepuluh besar per kelas maupun juara umum per tingkat perlu dipertahankan dan ditingkatkan cara belajarnya. Selain itu, kepada mahasiswa yang belum beruntung pada semester ganjil yang lalu, perlu cara belajar yang lebih mantap lagi, tegas P. Fransiskus T. S. Sinaga.

STP Dian Mandala Merayakan Syukuran Natal 2019 dan Tahun Baru 2020

Sekolah Tinggi Pastoral Dian Mandala Gunungsitoli Keuskupan Sibolga merayakan syukuran Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, Sabtu (18/01/2020) pukul 08.00 WIB.

Misa syukur dipimpin oleh Ketua STP Dian Mandala P. Fransiskus T. S. Sinaga, Pr., didampingi P. Alexius Poto Obe, Pr., dan P. Paulinus K. Ndoa, Pr., yang berlangsung di auditorium STP Dian Mandala.

Dalam khotbahnya, β€œSemua kita dipanggil karena Allah telah memilih” jelas P. Fransiskus T. S. Sinaga, Pr. Selain itu, seperti yang dikutip di laman facebook Dian Mandala kegiatan ini adalah sebagai ungkapan kegembiraan dan kebersamaan.

Kegiatan yang dimaksud, diikuti oleh para dosen, staf-pegawai, dan seluruh mahasiswa STP Dian Mandala. Sesudah Misa syukur maka dilanjutkan dengan ramah tamah yang berlangsung dengan hikmat.

Dalam laporan ketua panitia (Fr. Agustinus Bere, CMM) melaporkan bahwa kegiatan ini merupakan ajang latihan bagi mahasiswa bagaimana menyukseskan dan mengorganisasi sebuah kegiatan. Lanjutnya, ia mengucapkan terima kasih kepada lembaga STP Dian Mandala karena telah memberikan kepercayaan kepada mahasiswa untuk meng-handle kegiatan yang dimaksud. Selain itu, ia juga memaparkan kegiatan syukur ini sudah dimulai dengan berbagai lomba beberapa hari yang lalu seperti lari sendok, makan kerupuk, dan memasukkan paku dalam botol, ujarnya.

Melalui sambutan dari bapak Sitepanus Zebua, S.Ag., M.M., selaku Waket III dan bimbingan dari P. Fransiskus T. S. Sinaga, Pr., selaku Ketua STP Dian Mandala sangat mengapresiasi hasil kerja dari panitia sehingga semua kegiatan terlaksana dengan baik.

Performance Perdana Sanggar Sohagaini STP Dian Mandala

Lomba Seni Tari Kreasi Tradisional Nias yang diselenggarakan oleh Taruna Merah
Putih Kota Gunungsitoli dilaksanakan pada hari Sabtu, 25 Agustus 2018 di Taman
Ya’ahowu. Kegiatan lomba tersebut diikuti oleh 21 Sanggar dari berbagai kelompok tertentu.
Salah satu di antaranya Sanggar Sohagaini STP Dian Mandala. Peserta Sanggar Sohagaini
tidak lain dari mahasiswa STP Dian Mandala yang telah dilatih jauh-jauh hari serta yang
memiliki bakat khusus dalam dunia seni tari. Sanggar Sohagaini telah menunjukkan
kebolehannya di hadapan juri, pejabat Pemerintah Kota Gunungsitoli, dan para hadirin saat
itu. Mereka menampilkan Tari Moyo yang telah dikreasikan dengan baik. Dalam event ini,
Sanggar Sohagaini merupakan performance perdana. Meskipun demikian, peserta penuh
dengan semangat dalam melestarikan kearifan lokal seperti yang tertera pada tema:
β€œSemangat Perjuangan Cintai Budayamu.”

Pelatihan Kurikulum 2013 (K-13)

Lembaga STP Dian Mandala sebagai wadah pendidikan, maka lembaga juga telah memikirkan masa depan mahasiswa sebagai tenaga pendidik. Oleh karena itu, lembaga menghadirkan ibu Dewi Sartika Simbolon, S.Ag., M.Pd., (Dosen UNIMED) sebagai narasumber dalam memberi pelatihan Kurikulum 2013 (K-13) kepada mahasiswa STP Dian Mandala Tingkat II yang berjumlah 62 orang. Beberapa dosen menjadi pendamping dalam pelatihan tersebut. Pelatihan K-13 akan berlangsung kurang lebih 4 hari yang dimulai hari Selasa, 22 Mei 2018 s/d Jumat, 25 Mei 2018 dengan bertempat di Auditorium STP Dian Mandala. Pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai guru di masa depan, sehingga semakin mantap dalam melaksanakan tugas mengajar di dalam kelas sesuai dengan tuntutan dan karakteristik K-13 yang meliputi kompetensi lulusan isi, proses pembelajaran, dan penilaian. Besar harapan kita bahwa peserta pelatihan akan menjadi konsultan K-13 di mana pun berkarya nantinya. Pada akhirnya, terima kasih kepada pimpinan STP Dian Mandala yang telah memfasilitasi terlaksananya pelatihan ini.

Ikut Memeriahkan Pesta Nama Pelindung dan Paskah Paroki Roh Kudus Lahusa Gomo

Pada hari Minggu, 20 Mei 2018 Sivitas Akademika STP Dian Mandala terlibat secara penuh dalam memeriahkan Pesta Nama Pelindung dan Paskah Paroki Roh Kudus Lahusa Gomo. Kegiatan ini dilaksanakan di Helezalulu, Kecamatan Lahusa, Kabupaten Nias Selatan yang dimulai dengan Perayaan Ekaristi dan dilanjutkan lomba vokal grup antar-stasi se-Paroki Roh Kudus Lahusa Gomo. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pastor Dekanus-Dekanat Nias dan para Pastor lain sebagai konselebran, Bupati Nias Selatan beserta rombongan, dan seluruh umat di Paroki Roh Kudus Lahusa Gomo. Selain itu, beberapa dosen mendampingi mahasiswa STP Dian Mandala untuk menyukseskan acara tersebut. Tugas yang dihandel para mahasiswa adalah tarian, mazmur, dan paduan suara (kor). Tujuan dari keterlibatan Sivitas Akademika STP Dian Mandala pada waktu yang tepat itu adalah untuk bersatu dengan umat dan menampilkan wajah serta bakat-bakat yang dimiliki oleh mahasiswa.

Kerasulan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Gunungsitoli

Oleh: Elisabet Subiati, S.S., Lic.Th.

(Dosen Tetap STP Dian Mandala)

Kerasulan di Penjara yang dilakukan dosen STP Dian Mandala (Elisabet Subiati, S.S., Lic.Th.) bersama beberapa mahasiswa. Kerasulan tersebut diwujudkan dalam bentuk Ibadat Sabda pada hari Minggu, 29 April 2018 yang lalu. Terkait dengan kegiatan kerasulan di LAPAS ini, salah seorang mahasiswa mengatakan bahwa kerasulan kali ini agak berbeda dari kerasulan-kerasulan yang biasa dilakukan di tengah-tengah umat, yakni di paroki dan di stasi. Mahasiswa yang lain mengungkapan demikian: β€œTadi ketika mulai masuk ruangan rasanya tegang banget, tapi setelah berjumpa para Napi, berbincang-bincang dan beribadat bersama dengan mereka akhirnya apa yang dibayangkan tentang para Napi ditransformasi menjadi baru.”

Ibadat Sabda bersama para Napi dilaksanakan di dalam sebuah ruangan yang cukup terjamin dan nyaman, dilengkapi dengan sarana-sarana seperti orgen, dan sebagainya yang diharapkan akan membantu rehabilitasi dan pembinaan kembali para Napi. Ketika Ibadat Sabda dimulai, suster Elisabet mencoba membangun suasana yang diharapkan akan membantu para Napi untuk menyadari bahwa Allah adalah Bapa yang berbelaskasih, yang peduli dan tidak pernah meninggalkan. Allah yang kita panggil sebagai Bapa juga sedih melihat kemalanganmu, demikian suster Elisabet mengajak para Napi untuk membuka hati akan Sabda Allah yang akan dibacakan dalam Ibadat.

Ibadat Sabda kali ini berjalan dengan lancar. Para Napi tidak hanya ikut-ikutan saja dalam kegiatan ini, tapi mereka sungguh-sungguh mengikuti Ibadat, hal itu tampak nyata ketika suster Elisabet bertanya kalimat mana dari bacaan tadi yang masih Anda ingat? dua orang di antara para Napi mengatakan ini: β€œAkulah pokok anggur yang benar” dan β€œdiluar Aku kamu tidak berbuah”. Akhirnya, suster Elisabet memulai renungannya dari kalimat yang diucapkan kua Napi ini. Dalam renungannya, suster Elisabet mengatakan bahwa Yesus bukan saja pokok Anggur yang abal-abalan atau palsu, tapi Ia adalah pokok Anggur yang Benar. Kebenaran Yesus terletak pada keinginanNya, supaya setiap ranting berbuah banyak. Namun, ada ranting yang tidak berbuah. Mengapa? Karena ada saluran yang tersumbat, maka supaya saluran lancar kembali apa yang perlu dilakukan? membuka sumbat. Diakhir renungannya ada dua niat yang ditawarkan oleh suster Elisabet, yang pertama mau mengampuni siapa saja dan yang kedua menolong siapa saja tanpa mengharapkan balasan.

Kegiatan di LAPAS tersebut dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak, terutama terima kasih kepada para petugas LAPAS yang telah berkenan memberikan kesempatan untuk melakukan kerasulan dan juga terima kasih kepada bapak Sitepanus Zebua yang telah berkenan membantu kelancaran pelaksanaan tugas kerasulan ini. Ucapan terima kasih juga kepada mahasiswa, semoga pengalaman ini dapat menambah wawasan yang akan bermanfaat bagi Anda di masa sekarang maupun di masa mendatang.